Jeneponto, Rakyat News – Seorang Siswi kelas III SD 03 Monro – monro, AAK (8) mengaku mendapat perlakuan tak senonoh oleh salah seorang oknum IJ (52) yang berprofesi sebagai bujang di sekolah tersebut.

Perlakuan tak senonoh yang dilakukan oleh bujang tersebut sudah sering dan berulang kali dilakukan di tiga bulan lalu.

Menurut pengakuan korban AAK, untuk melancarkan aksi bejatnya, pelaku mengajak korban masuk dalam ke dalam WC pada saat jam istirahat berlangsung.

Usai melancarkan aksinya, pelaku kemudian memberikan uang ke anaknya sebagai uang tutup mulut, “jadi setiap melakukan aksinya anaknya diberikan uang,” ungkap ayah korban bernama Suharmin

” Ibunya anak ku heran, dari mana anakku ini sering dapat uang. Karena sering ditanya, anakku akhirnya mengaku bahwa sering dilecehkan di wc pada jam istirahat,” jelasnya saat menemui awak media di Warkop 88, jalan Lingkar, Kelurahan Empoang, Kamis (29/11).

 

Foto : Ayah AAK, Suharmin (Switer Merah) Kakek AAK, Kaharuddin (Baju Putih)

Dia juga mengungkapkan, bahwa pelaku pernah ditendang alat vitalnya lantaran memaksa korban untuk membuka rok dan celana dalamnya.

” Setelah kejadian ini, anak saya mengalami gangguan mental. Bahkan sering mengigau. Saya sangat kasihan dengan kondisi anak saya sekarang,” ujarnya.

Kakek korban, Kaharuddin juga menyayangkan tindakan pelaku. Dia menganggap perilaku bujang sekolah ini sangat tidak pantas.

“Perilaku ini sangatlah tidak pantas. Saya berharap tidak ada korban – korban berikutnya,” ungkapnya.

Dia juga menyayangkan sikap Lurah Monro – monro, Sutan Syarif yang dinilai melakukan upaya melindungi pelaku.

“Surat perjanjian itu Lurah yang setting, ada upaya saya lihat bahwa lurah ini melindungi pelaku. Saya telusuri ternyata ada hubungan keluarga,” jelasnya.

Padahal dalam adat istiadat Monro – monro sendiri. Pelaku pelecehan seperti ini harusnya diusir dari kampungnya selama beberapa tahun. Namun dalam surat perjanjian sendiri tertulis bahwa pelaku diusir dalam batas waktu yang ditentukan.

Kemudian ketika ingin masuk ke kampungnya lagi, harus dengan izin pemerintah setempat.

” Saya tadi kesana (Kantor Lurah Monro – monro) membawa massa untuk menuntut keadilan. Kalau harus dengan bukti visum dokter baru bisa jadi tersangka, otomatis tidak terbukti apalagi kan diraba – raba, seandainya ada bekas cakaran. Kan tidak mungkin, ” ungkapnya.

Sementara itu, Lurah Monro – monro, Sutan Syarif mengatakan untuk membuktikan bahwa benarnya perilaku asusila ini harus dibuktikan dengan bukti visum. Dia juga terkesan tidak percaya dengan pengakuan korban.

” Bagaimana mau dibuktikan, visumnya saja tidak terbukti ada bekas pelecehan, kalau ada yang mengatakan bahwa dilecehkan, itu kan kata orang, ” ungkapnya.

Ayah korban, Suharmin membantah pernyataan lurah Monro – monro. Bagi dia, bagaima lurah mau mengetahui lebih dalam kalau lurah sendiri tidak pernah bertemu dengan korban.

” Saya akan terus menuntut keadilan. Tidak ada orang tua yang mau anak perempuannya dilecehkan,” pungkasnya.

Selanjutnya, keluarga korban melaporkan kejadian tersebut ke Dinas PPPA Jeneponto agar segera melakukan pendampingan kepada korban. Korban juga telah pindah sekolah ketempat lain agar tidak mengalami trauma yang mendalam. (*)