Namun demikian ada catatan bahwa tidak boleh meninggalkan karakter dasarnya harus berkoordinasi dengan penyidik kepolisian, untuk mengkoordinir dan mengawasi penyidikan.

Lebih lanjut Suhartoyo menjelaskan, pertimbangan yang sangat penting dalam perkara tersebut adalah penyidik asal yang lebih memahami tindak pidana asal yang ditemukan.

Dikatakan Suhartoyo menjelaskan Pasal 74 TPPU yang telah diperiksa, diputus, dan diadili oleh MK bagi kejaksaan yang menerima pelimpahan perkara TPPU yang dilakukan penyidik tindak pidana asal harus menggandeng kepolisian.

Suhartoyo mengungkapkan, TPPU tidak dapat diproses jika tidak ada wujudnya, hanya berdasar informasi-informasi. Berdasar pengalamannya, Suhartoyo mengungkapkan, kepolisian menolak perkara TPPU karena tidak ada bukti walau pun banyak berita yang beredar.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang ada di sejumlah institusi memang harus ditingkatkan kemampuannya karena ada kondisi baru dari TPPU yang memiliki karakter khusus.

Dalam penyidikan ada teknik-teknik khusus yang dimiliki penyidik kepolisian karena proses penyidikan tidak hanya di belakang meja saja termasuk dalam konteks mengumpulkan alat bukti dan menemukan tersangka, apalagi jika TPPU itu kolaboratif dan lintas negara.

Suhartoyo menjelaskan putusan MK berlaku sejak usai diucapkan dalam sidang pengucapan putusan, termasuk putusan mengenai Penyidik PNS yang menemukan tindak pidana asal dalam Pengujian UU TPPU.

Suhartoyo berpesan, menjadi jaksa atau pun penyidik TPPU harus memiliki greget yang lebih dalam menjalankan tugasnya. Menurutnya, jika tidak memiliki greget dan hanya selalu penuh kelonggaran lebih baik menjaadi jaksa atau penyidik umum saja.

Turut hadir oleh Komisi Pemberantas Korupsi, Bareskrim Polri, Pusat Pelaporan dan Anilisis Transaksi Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, Kejaksaan Tinggi Bali dan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur.

Baca Juga : Hakim MK: Hendaknya dalam Memutus Perkara Disinari Sinar Ketuhanan

Pilihan Video