Makassar, Rakyat News – Dewan Pengurus Pusat Kesatuan Pemuda Nusantara (DPP-KPN), punya pandangan sendiri dalam memaknai hari bersejarah lahirnya Pancasila yang dirayakan tiap 1 Juni.

Ketua Umum DPP-KPN, Dedy Jaya mengutip perkataan gurunya, Arianto Achmad selaku Majelis Tinggi Organisasi (MTO) berkata “Tiada ideologi sebaik Pancasila, karena ia hakikat yang bertahan hidup dalam fikiran karena kekokohan argumentnya yang turun ke hati karena keagungan Ruhnya.”

Dedy, mengatakan sebagai pemuda dan warga negara Indonesia, tidak selayaknya membiarkan sejarah lahirnya Pancasila berlalu begitu saja.

Sebab, Pancasila yang menjadi ideologi bangsa kita merupakan buah murni hasil pemikiran dari bangsa Indonesia.

“Sesungguhnya pancasila lahir murni dari bumi pertiwi ini. Pancasila bukanlah adopsi atau serapan dari Ideologi-ideologi dunia, baik kapitalisme-demokrat maupun sosialis-komunis,” jelasnya, saat di temui di sekretariat DPP-KPN.

Dedy juga menegaskan bahwa Pancasila selain menjadi ideologi bangsa Indonesia juga memiliki nilai luhur yang agung yang harus digali.

“Dan Pancasila sebagai ideologi dalam tafsir kami ia memiliki basis epistemologi atau sumber pengetahuan yang jelas,” ungkapnya.

Untuk itu, sambung Dedy, pemuda-pemudi harus sadar akan tanggung jawabnya sebagai genersi harapan bangsa.

Menurutnya pemuda tak boleh mengabaikan Ideologi Pancasila apa lagi bersifat tidak peduli terhadap ideologi bangsa kita.

“Sebab sekarang banyaknya paham dan ideologi trans-nasional yang hendak meronrong Ideologi Pancasial dan menjadi ancaman besar bagi bangsa ini,” akunya.

Pancasila sebagai ideologi bangsa sebagaimana tafsiran kami bahwa pancasila harus bersifat Nasionalis, Pluralis dan Religius, mengapa demikian sebab kita tidak dapat pungkiri dengan banyaknya suku, ras, budaya dan agama, dengan demikian ia harus memiliki tafsir, dimana hal tersebut dapat menyatu.

“Jika tidak maka kita akan mendapati benturan-benturan atas perbedaan tersebut, dengan demikian Pancasila yang kami maknai ia tidak hanya bersifat nasionalis tapi juga harus bersifat pluralis, dimana kita dapat menerima seutuhnya perbedaan dan persamaan tersebut,” paparnya.