Namun, pada September 2019, Pelni kembali menerima penugasan dari pemerintah sebanyak delapan trayek pada program tol laut. Tadinya trayek tersebut merupakan rute yang dilayani oleh pihak swasta.

Rute tersebut meliputi Trayek H-2 : Tg. Perak – Wanci – Namrole – Namlea – Obi; Trayek H-3 : Tg. Perak – Tenau – Saumlaki – Dobo; Trayek T-9 : Tg. Perak – Orensbari – Wasior – Serui – Waren – Teba – Ambon; Trayek T-12 : Tg. Perak – Kalabahi – Kisar – Moa – Tepa – Larat; Trayek T-13 : Tenau – Rote – Sabu – Lamakera; Trayek T-14 : Tenau – Lewoleba – Tabilota – larantuka – Marapokoy; Trayek T-15 : Tg. Perak – Makassar – Morotai – Surabaya; Trayek T-16 : Tg. Perak – Bima – Merauke.

“Dalam menjalankan penugasan program tol laut, Pelni tidaklah bergerak sendiri. Seiring perkembangan program ini, mulai pada tahun 2017, ada beberapa operator lain yang turut mengerjakan program tol laut baik itu BUMN maupun swasta,” imbuh Yahya.

Yahya menjelaskan, terkait masalah muatan balik kapal tol laut yang belum berjalan secara maksimal juga dialami oleh semua operator, tidak hanya Pelni.

Menurut dia, hal tersebut disebabkan karena daerah tujuan kapal tol laut bukanlah daerah maju ataupun daerah penghasil industri yang menjadi kebutuhan rutin.

“Hal yang mesti diingat adalah daerah tujuan kapal tol laut merupakan wilayah T3P (terpencil, terluar atau terdepan, tertinggal dan perbatasan) yang jumlah penduduknya sedikit, akses terhadap kebutuhan pokok terbatas, dan potensi muatan balik berupa ikan laut, hasil hutan dan perkebunan yang tidak terlalu banyak,” jelasnya.