Lebih lanjut, diungkapkan oleh Yahya bahwa beberapa potensi muatan balik, terkait hasil pertanian dan perkebunan memiliki masa panen, waktu tanam dan waktu panen yang rentangnya cukup jauh.

“Kurang bijak bila hanya kami yang dituduh belum berhasil dalam muatan balik, tapi seluruh kapal tol laut diinisasi Kemenhub terbelenggu dengan muatan balik. Tidak logis bila mengukur keberhasilan tol laut hanya dengan ukuran muatan balik sebagai keberhasilan tol laut. Sejatinya dengan sedikitnya penduduk yang dilayani dan keterbatasan infrastruktur di daerah tujuan tol laut, kinerja tol laut sulit diukur dengan volume barang yang diangkut, utamanya untuk muatan balik yang volumenya masih kecil,” terangnya.

Yahya menambahkan, kinerja tol laut tidak harus diukur dengan volume barang angkutan balik. Tol laut harus diukur dari sisi lain, diantaranya terpenuhinya kebutuhan pokok, pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi serta pemerataan kesejahteraan warga di seluruh negeri, termasuk di daerah terpencil, terluar atau terdepan, tertinggal dan perbatasan (T3P).

“Jadi mengukur kinerja tol laut bukan hanya sebatas berapa banyak muatan balik yang diangkut, tapi berapa jiwa dapat disejahterakan di pelosok Nusantara,” kata Yahya.

Sumber : ANTARASULSEL

Editor : Syahrul