Dengan metode paleoseismologi ini, Mudrik menemukan dua jejak gempa besar sebelum 1909 di Segmen Saluki. Dua gempa itu, yakni gempa tahun 1415-1460 (abad ke-15) dan gempa tahun 1285-1390 (abad ke-14).

Baca Juga: Gempa Bumi Kekuatan 6,6 SR Guncang Poso, Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa Bumi Berkekuatan 5,7 SR, Buat Warga Morowali Panik

Ahli gempa dari LIPI, Danny Hilman Natawidjaya, mengatakan, amat sulit mengetahui segmen mana di jalur gempa yang memicu gempa besar dalam waktu dekat. Itu karena keterbatasan pencatatan dan riset kegempaan di Indonesia sehingga sulit diperkirakan waktu keberulangannya.

Ia mencontohkan, banyak pihak memperingatkan ancaman gempa dari zona subduksi Mentawai mendekati siklusnya.

“Namun, peringatan itu lebih karena di zona itu banyak datanya. Jadi, tak menutup kemungkinan gempa besar akan terjadi di zona lain yang belum diketahui siklus,” ungkap Danny.

Padahal, beberapa gempa besar berulang sampai ribuan tahun.

“Misalnya, gempa yang menghancurkan Kota Kobe, Jepang, pada 1995. Sebelumnya, 2.000 tahun tak ada gempa besar sehingga diabaikan, lalu ada gempa tiba-tiba,” tambah Danny.

Secara nasional, Pusgen menemukan jumlah sesar baru menjadi 295 zona dibanding peta gempa bumi nasional 2010 yang hanya 81 zona. Di antara data baru itu ialah 30 sumber gempa baru yang diidentifikasi di Jawa, dari 4 menjadi 34.

Kini para peneliti seperti berlomba dengan gempa yang tak bisa diprediksi kapan terjadi. Belajar dari berbagai kejadian gempa, jatuhnya korban jiwa hampir semuanya akibat tertimpa bangunan tembok yang tak sesuai standar tahan gempa.

Padahal, rumah-rumah tradisional di Indonesia, termasuk di Sulawesi, berupa bangunan panggung dari kayu, cenderung tahan gempa. Bangunan tembok bisa didesain tahan gempa asalkan dimensi tulangan dan rincian sambungannya benar.