Guru Besar UGM, Edhi Martoni menjelaskan percobaan yang dilakukan merupakan sebuah inovasi yang memanfaatkan bahan sekitar. Dalam praktiknya nanti bahan-bahan yang ada dapat dimodifikasi sesuai dengan bahan yang terdapat di wilayah tersebut.

“Pada intinya ini adalah kita harus mengendalikan tikus, bukan membasminya. Karena kita harus memelihara rantai makanan, jangan sampai ada rantai makanan yang dirugikan,” tegas Edhi.

Dalam kesempatan yang sama, Suwandi Dirjen Tanaman Pangan mengatakan apa yang dilakukan Mbak Yoso merupakan inovasi terkini. Harus ada teknik dalam pengendalian tikus, yakni teknik pengendalian tikus dilakukan melalui pendekatan Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT), dari sejak pra tanam sampai dengan pasca panen.

Pada pra tanam, lanjutnya, dilakukan pembersihan di seluruh areal pertanaman, kemudian mengatur waktu tanam dengan tanam serentak pada satu hamparan dan mengatur jarak tanam dengan pola tanam jajar legowo yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan terang yang tidak disukai tikus. Dan pada Pasca panen dapat menggunakan pakan yang dibuat oleh Mbah Yoso.

“Saya berharap bahwa kedepannya, pengendalian OPT termasuk tikus perlu dilakukan dengan ramah lingkungan. Aman baik tanaman, ternak, manusia dan lingkungan. Utamakan pengendalian mekanik, memanfaatkan musuh alami tikus seperti ular sawah, burung hantu atau musang atau garangan,” tutur Suwandi.