“Mind Mapping” Kelompok Pro dan Kontra Omnibus Law
Namun memastikan Baleg DPR RI akan tetap melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja tersebut. Komposisi “politik” dalam Panja DPR RI membahas RUU Ciptaker ternyata hanya Fraksi PAN yang ingin menunda pembahasan RUU Ciptaker, sedangkan enam fraksi lainnya yang bergabung dalam Panja RUU Cipta Kerja di Baleg DPR RI, yaitu Fraksi Partai NasDem, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Fraksi Partai Golkar, dan Fraksi Partai Gerindra tetap sepakat melanjutkan pembahasan, sedangkan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi Partai Demokrat menolak menolak mengirimkan wakilnya pada Panja RUU Cipta Kerja.
Dari pemetaan ini, jelas menunjukkan bahwa Parpol hasil Pemilu 2019 yang lalu mayoritas dapat menyepakati adanya RUU Ciptaker ini, dan ini juga harus dibaca sebagai keniscayaan realitas politik yang ada.
Sementara itu, kelompok yang anti Omnibus Law konon dikabarkan melakukan gugatan melalui jalur hukum, ada sejumlah alasan yang mendasari gugatan tersebut antara lain pelanggaran prosedur tahapan pembentukan perundang-undangan yang tidak dipatuhi oleh pemerintah (Pelanggaran secara prosedur); Banyak menabrak konstitusi maupun berbagai keputusan Mahkamah Konstitusi yang sudah pernah diputuskan (Pelanggatan substansi); Dalam pembentukan perundang-undangan ada prosedur yang harus diikuti.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ada tahapan pertama adalah perencanaan; Kehadiran surat presiden yang dikirimkan kepada DPR pada tanggal 12 Februari 2020 untuk membahas RUU Cipta Kerja itu yang menjadi objek gugatan Tim Advokasi untuk Demokrasi ke PTUN Jakarta; Tidak dilibatkannya kelompok masyarakat dalam pembentukan RUU Cipta Kerja membuktikan bahwa pemerintah hanya mengutamakan dan mendengar pendapat dari pengusaha sebagai kelompok yang memiliki kepentingan.
Sepertinya alasan-alasan yang disampaikan kelompok anti Omnibus Law terkesan mengada-ada, karena jika pemerintah “dituding” melakukan pelanggaran seperti diatas, dapat disimpulkan betapa dangkalnya pemahaman hukum yang dimiliki oleh aparat pemerintah sekarang ini.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan