Jakarta, Rakyat News – Kelihatannya memang DPR senang bermain petak umpet dan tidak sensitif terhadap keluhan buruh. Disisi lain para menteri masih mengajak kita diskusi dan akan membentuk team khusus untuk membahas Omnibus Law atau OBL pasal demi pasal, apakah ini hanya strategi pembohongan dengan mengajak rapat rapat tapi tidak ada aktualisasi. Kami meminta dipertemuan terakhir 10 Juni 2020 di Kantor Menkopolhukam yang dihadiri Mahfud MD, Airlangga Hartanto, Mensesneg Pratikno, Menaker Ida Fauziyah, Kepala KSP serta KSPSI, KSPI dan KSBSI beserta beberapa federasi serikat buruh untuk melibatkan Tripartit membahas semua pasal demi pasal.

Demikian dikemukakan Elly Rosita Silaban kepada Redaksi di Jakarta (11/6/2020). Berikut petikan wawancara dengan Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI, red) ini.

Pertanyaan kesepakatan buruh dan mahasiswa untuk unjuk rasa atau Judicial Review ke MK?

Jawaban : Kalau diketok tanggal 29 Juli 2020 sudah dapat kami pastikan akan melakukan aksi besar yang melibatkan kan semua elemen buruh di 34 Provinsi.

Pertanyaan : Apa dampak negatif RUU Omnibus Law terhadap perlindungan dan rasa keadilan bagi kaum buruh yang “terpinggirkan”?

Jawaban : Kami melihat ada beberapa pasal yang mendegradasi hak buruh, dari persoalan PKWT, Out sourcing, watu kerja, jam kerja, pengupahan, PHK dan pesangon serta jaminan sosial.

Pertanyaan : Dalam Pasal 26A (2) RUU Ciptaker di mana terdapat kalimat ‘penanaman modal asing harus mengutamakan kepentingan Nasional’. Ada tanggapan?

Jawaban : Apakah itu akan terwujud? Selama ini kan kita tunduk kepada aturan pemodal, seharusnya aturan yang berlaku adalah aturan yang sudah kita miliki dinegara kita sendiri demi kepentingan nasional, demi martabat bangsa.

Pertanyaan : Segala perizinan yang semula diterbitkan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota, semuanya dialihkan kepada pemerintah pusat dalam RUU Ciptaker Omnibus Law.

Beberapa poin penting dalam Undang-Undang yang dibuat oleh DPR RI, semua diubah menjadi Peraturan Pemerintah. Ada tanggapan?

Jawaban : Bertujuan untuk standarisasi pelayanan penerbitan perijinan usaha yang dapat dilakukan melalui sistem elektronik untuk menyesuaikan dengan era digital. Tetapi akan menurunkan pendapatan asli daerah karena perijinan berusaha diambil alih oleh pusat, dan kemungkinan kabupaten/kota tidak akan mau mengawasi. Pemda tidak akan mendapatkan retribusi dari pelayanan dan perijinan berusaha. Padahal pendapatan daerah ini kan ada tertuang dalam UU no 28 tahun 2009 bahwa pajak dan retribusi daerah mana saja yang dapat ditarik oleh pemda.

Pertanyaan : Banyak DIM di Omnibuslaw dinilai krang memperhatikan UU yang pernah dibatalkan MK?

Jawaban : Kita sudah melihat bahwa DIM seolah diabaikan dengan nafsu untuk segera mengundangkannya. Patut diduga bahwa RUU ini nantinya adalah cacat karena tidak lolos uji publik, tidak transparan, partisipatif dan inklusif. Sedangkan dalam penyusunannya saja pemerintah seolah tertutup, tidak melibatkan stakeholder.

Pertanyaan : Fraksi di DPR belum semua melakukan pendalaman materi, tanggapan?

Jawaban : Betul, banyak anggota DPR yang sama sekali tidak tau apa issu omnibslaw, tapi didesak harus selesai dalam 100 hari (saat sebelum corona). Ini kan aneh, penggabungan 79 UU dan 1.200 pasal kok waktu dibatasi sebegitu sempit dan singkat. kalau sampai itu terjadi pasti terjadi kekacauan undang-undang dan aksi-aksi besar yang membuat situasi menjadi tidak kondusif karena diundangkan dengan tergesa-gesa tanpa menerima masukan dan melakukan kajian-kajian dari berbagai pemangku kepentingan (Red/Wijaya).(*)

Terbit : Jakarta, 12 Juni 2020.