JAKARTA – Mahkamah Konstitusi RI (MK) kembali menggelar sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) pada Selasa (14/06/2022) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang perkara yang teregistrasi Nomor 63/PUU-XIX/2021 ini dimohonkan oleh PT Musica Studios yang diwakili oleh Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M. selaku kuasa hukum Pemohon.

Pada sidang hari ini, Otto Hasibuan menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia, Dr. Fahri Bachmid,S.H., M.H. sebgai Ahli untuk menyampaikan pendapat serta pandangan konstitusionalnya terkait dengan UU Hak Cipta yang menjadi objek pengujian.

Baca Juga : Soal Penunjukan Penjabat dari Unsur Prajurit TNI Aktif, Berikut Analisis Fahri Bachmid

Dr. Fahri Bachmid, S.H., M.H. mengemukakan pendapat hukumnya, bahwa dari perspektif kontitusional, hak kepemilikan atas sesuatu merupakan hak yang wajib dilindungi, Negara harus hadir menjadi protector sebagaimana amanah Konstitusi, hak milik setiap orang yang diperoleh baik dari perikatan hukum ataupun bersumber pada peralihan hak lainnya mutlak dilindungi atas dasar perlindungan hak- hak konstitusional warga negara.

“Hal ini sejalan dengan norma Pasal 28 D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yaitu berbunyi : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pengakuan dan perlindungan serta kepastian hukum adalah kaidah konstitusional yang bersifat “Expressive verbise” langsung tertuju kepada subjek hukum “in casu Pemohon” atas apa yang dimilikinya,” ujarnya.

Dalam hal pokok persoalan a-quo yaitu hak milik Pemohon atas hak cipta dan hak ekonomi untuk dapat melakukan pemanfaatan dan menerima manfaat ekonomis berdasarkan hak ekonomi yang telah diperoleh Pemohon tersebut, Fahri berpendapat bahwa secara teoritik rumusan norma Pasal 18, Pasal 30 dan Pasal 122 UU Hak Cipta tidak sejalan dengan kaidah perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana maksud Pasal 28 D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.