Oleh karena itu, pada prinsipnya semua peraturan ataupun penerapan hukum harus bersifat prospektif, menurut Fahri, Asas ini secara tersurat terdapat di dalam rumusan Pasal 28I UUD NRI Tahun 1945, dan sejumlah UU, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia; dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Secara khusus, asas non-retroaktif ini merupakan konsekuensi dari asas “presumption of constitutionality” dalam Pasal 58 UU 24/2003 yang memuat klausul mengenai keberlakuan undang-undang sampai adanya putusan yang menyatakan undang-undang tersebut bertentangan dengan konstitusi.

Dalam persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. ini dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi RI Dr. Anwar Usman, S.H., M.H. dan Hakim Konstitusi Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.Si.,DFM; Prof. Dr. Arief Hidayat S.H., M.S; Dr. Wahiduddin Adams, SH. MA; Dr. Suhartoyo S.H., M.H; Dr. Manahan M. P. Sitompul, S.H., M. Hum; Prof. Dr. Saldi Isra, S.H; Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum; dan Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H.

PT Musica Studios Persoalkan Ketentuan Batas Waktu Hak Milik dalam UU Hak Cipta

Untuk diketahui, Pemohon mengujikan Pasal 18, Pasal 30, Pasal 122, UU Hak Cipta. Menurut Pemohon, ketentuan pasal-pasal yang diujikan tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK sebelumnya pada Senin (13/12/2021), Pemohon melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan mengatakan hak cipta yang dimaksudkan Pemohon dalam perkara ini adalah hak ekonomi. Pemohon pada intinya mendalilkan Pasal 18 UU Hak Cipta menghalangi hak milik Pemohon atas suatu karya yang telah dilakukan perjanjian beli putus.