Tidak hanya itu, menurutnya, Ganjar akan merugi secara elektoral jika membangkang dari PDIP. Survei Charta Politika pada Juni 2022 merekam sebagian calon pemilih Ganjar merupakan pemilih PDIP pada Pemilu 2019.

“Dari seluruh pemlih PDIP, 62,5 persennya memilih Ganjar. Ketika nanti misalnya berlabuh ke partai lain, saya pikir 62,5 persen ini juga akan berkurang. Tidak serta-merta pendukung Ganjar akan ikut,” kata Ardha dilansir dari CNNIndonesia.com.

Ardha mengatakan jalan terbaik bagi Ganjar saat ini adalah menunggu. Menurutnya, belum ada koalisi yang kokoh yang bisa Ganjar gunakan untuk beralih dari PDIP.

Sementara itu, ada kemungkinan saga Ganjar mirip dengan Jokowi pada Pilpres 2014. Saat itu, PDIP memutuskan mengusung Jokowi pada waktu akhir.

“Ketika nama Jokowi dikeluarkan sebagai calon, ada boosting terhadap elektabilitasnya. Kita tidak menyangka PDIP tiba-tiba mencalonkan Pak Jokowi,” ucapnya.

Dihubungi terpisah, analis Politik Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago juga mengatakan opsi terbaik Ganjar adalah menunggu restu PDIP.

Pangi meyakini PDIP akan mengusung Ganjar pada 2024. Dia menyampaikan PDIP butuh elektabilitas tinggi Ganjar untuk memenangkan Pemilu 2024.

“Nanti ujungnya [PDIP] akan menyerah tanpa syarat melihat realitas politik bahwa elektabilitas Ganjar bagus, enggak bisa terbendung lagi. Tentu Puan harus menyatakan mundur,” kata Pangi.

Pangi berpendapat akhir cerita Ganjar akan mirip dengan Jokowi pada 2014. PDIP akan memberikan restu pada detik-detik akhir.

Dia menilai PDIP akan rugi besar jika mempertahankan ego mengusung Puan Maharani. Menurutnya, elektabilitas Puan tak akan mampu memenangkan PDIP.

“Bencananya ada pada PDIP. PDIP itu bisa diselamatkan hanya dengan Ganjar hari ini,” ucap Pangi.

“Kalau misalnya Prabowo-Puan, enggak masuk akal, sama saja memberi jalan kepada Gerindra. Orang akan berpikir Prabowo adalah Gerindra, Gerindra adalah Prabowo. Itu bunuh diri untuk PDIP,” imbuh dia.