MAKASSAR – Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (RPPAI), terus memantau kasus dugaan pelecehan seksual di Kota Batu.  Dalam kasus ini, pemilik SPI berinisial JEP ditetapkan sebagai terdakwa namun tidak ditahan. Sidang digelar di Pengadilan Negeri Divisi IA Malang, pada Rabu (6/7/2022).

Baca Juga : Inovasi Baru, Dishub Makassar Beri Hadiah Kepada Pemilik Kendaraan Usai Uji KIR

Sementara itu, puluhan pengunjuk rasa berdiri di depan gedung, meneriakkan agar JEP segera ditangkap.

Ketua RPPAI Kota Batu, Fuad Dwiyono mengatakan kasus ini perlu dikawal agar saksi korban mendapat keadilan, dan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.

“Persidangan ini harus kami kawal, agar keadilan ini berpihak kepada para saksi korban. Serta menjatuhkan hukuman yang adil dan berat sesuai dengan apa yang dilakukan oleh terdakwa,” katanya.

Fuad mengakui bahwa sistem peradilan selama ini tidak adil. Sebab, terdakwa, belum ditahan pengadilan. Apalagi, seiring berjalannya waktu, kesaksian korban terus dipojokkan oleh pernyataan palsu JEP.  Mereka terus mendukung para korban.

“Kami berharap majelis hakim bisa menunjukkan keadilan, sebenar-benarnya. Di sini kami mendukung secara moral, agar saksi korban tetap teguh pendirian dan tidak goyah dalam menghadapi persidangan,” ucapnya.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait mengatakan, kejahatan seks adalah lex spesialis dan kejahatan luar biasa. Pelaku dijerat dengan hukuman mati berdasarkan UU Pasal 82 (17) tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Terkait tidak ditangkapnya JEP, Arist melihat ini sebagai contoh buruk penegakan hukum di Indonesia. Menurut Arist, saat JEP masuk pengadilan sebagai terdakwa, maka dia harus ditangkap.

“Kita sudah minta penjelasan Ketua PN Malang beliau mengatakan itu kewenangan majelis hakim, menahan atau tidak menahan. Saya kira ini memang sangat disayangkan dan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum, bagi para predator seksual yang harus dihukum,” paparnya.

Sementara itu, kuvas hukum terdakwa, Jeffry Simatupang, mengaku kliennya tidak bersalah. Itu berdasarkan serangkaian kesaksian di pengadilan. Ia menilai keterangan saksi korban tidak konsisten.

“Misal itu keterangan korban mengaku dicabuli pada tanggal sekian. Tapi kami cocokkan dengan paspor terdakwa, terdakwa saat itu berada di Singapura. Pembuktian harus detail kapan waktunya jangan hanya menyebut pertengahan tahun,” ujarnya, dilansir viva.co.id.