JAKARTA – Pemerintah dan DPR diminta oleh Mahkamah Konstitusi (MK) untuk revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) karena tidak dapat kabulkan gugatan penggunaan ganja medis sebab belum ada hasil penelitian yang memumpuni.

Baca Juga : Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Meninggal Dunia

Hakim Konstitusi, Suhartoyo, hasil dari penelitian dapat digunakan nantinya untuk buat kebijakan, maka dari itu memungkinkan terjadinya perubahan undag-undang untuk akomodir kebutuhan yang dimaksud.

“Penelitian yang hasilnya dapat digunakan dalam menentukan kebijakan, termasuk dalam hal ini dimungkinkannya perubahan undang-undang oleh pembentuk undang-undang guna mengakomodir kebutuhan dimaksud,” tegasnya dilansir dari CNNIndonesia.com.

MK menjelaskan bahwa pengubahan norma dalam UU Narkotika juga merupakan ranah pembentuk undang-undang, yaitu pemerintah dan DPR.

Mahkamah menyatakan UU Narkotika mencantumkan sejumlah pasal sanksi untuk penyalahgunaan narkotika. Dengan demikian, pemerintah dan DPR dapat mengubah ketentuan dalam undang-undang tersebut.

“Terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 memuat sanksi-sanksi pidana, maka cukup beralasan apabila pengaturan norma-normanya diserahkan kepada pembentuk undang-undang untuk menindaklanjutinya,” ucapnya.

Sebelumnya, MK menolak permohonan uji materi UU Narkotika yang berkaitan dengan penggunaan ganja medis. MK beralasan permohonan itu tidak beralasan menurut hukum.

Permohonan itu diajukan oleh lima pihak dan terdaftar dengan nomor 106/PUU-XVIII/2020. Tiga orang di antaranya merupakan ibu dari penderita celebral palsy.

Mereka membutuhkan penggunaan ganja medis untuk mengobati anak-anaknya. Namun, UU Narkotika melarang penggunaan ganja medis yang termasuk dalam narkotika golongan I.