RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Sejumlah tuduhan-tuduhan negatif terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang sedang menjadi perbincangan di DPR dan Pemerintah tersebut tidak sesuai dengan fakta dala draft RUU tersebut.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, menghimbau semua pihak untuk membaca dengan seksama draft RUU dan menghindari penyebaran berita kabar bohong atau hoaks melalui grup WhatsApp.

“Banyak informasi-informasi yang menyesatkan yang dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu dengan tujuan menghasut publik dan menggagalkan RUU Kesehatan yang sebenarnya ditujukan agar masyarakat luas mendapatkan akses ke dokter dengan mudah, mendapatkan obat dengan murah, dan mengakses fasilitas pelayan kesehatan yang lengkap dan baik,” tuturnya dilansir dari CNNIndonesia.com.

Hoaks pertama yang beredar adalah tentang Indonesia yang akan dibanjiri oleh dokter dan tenaga kesehatan asing. Namun, fakta sebenarnya adalah RUU tersebut justru memperketat perekrutan dokter dan tenaga kesehatan asing.

Syahril menegaskan, setiap tenaga kesehatan asing yang masuk wajib melewati evaluasi kompetensi, proses adaptasi, serta memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP). Selain itu, permintaan penggunaan dokter dan tenaga kesehatan asing harus mengutamakan tenaga kesehatan Warga Negara Indonesia (WNI).

“Mereka juga tidak diizinkan untuk melakukan praktek mandiri dan wajib mengerti Bahasa Indonesia,” imbuh dia.

Hoaks kedua yang beredar adalah tentang tenaga kesehatan yang akan mudah digugat secara perdata dan pidana oleh pasien. Faktanya, saat ini sudah ada pasal yang mengatur hal tersebut dalam Undang-Undang Praktek Kedokteran, yaitu pasal 66.

Syahril menyebutkan, dalam RUU Kesehatan, pasal tersebut diusulkan untuk dihapus, namun bukan berarti tenaga kesehatan tidak akan mendapatkan perlindungan hukum. Sebaliknya, RUU baru ini akan memperkuat konsep pelindungan hukum yang lebih adil dan mengedepankan prinsip restorative justice (penyelesaian perkara di luar pengadilan).