RAKYAT NEWS, JAKARTA – Ketua Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Lita mengatakan sejak Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) diajukan ke DPR RI pada tahun 2004 lalu. Hingga, kini tidak kunjung dibahas lagi apalagi disahkan.

 

Menurutnya, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga berulang kali daftar prolegnas di DPR RI, selama 19 tahun para Pembantu Rumah Tangga menunggu adanya payung hukum yang melindungi mereka (Pembantu Rumah Tanngga).

 

“Dari segala bentuk kekerasan, penyiksaan, dan perbudakan modern yang terjadi saat ini. Selama itu pula terjadi pembiaran terhadap segala bentuk kekerasan dan penderitaan yang dialami PRT,” kata Lita ketika jumpa pers di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Minggu, 6 Agustus 2023.

 

Dimana seharusnya, ia mengharapakan segala penderitaan yang di alami PRT itu menjadi memori kolektif yang harus didengar oleh DPR RI dan sesegera mungkin mengesahkan RUU PPRT.

 

“UU PPRT menjadi penting dan memiliki urgensi yang sedemikian besar mengingat banyaknya kasus penyiksaan dan bahkan perdagangan orang yang dialami oleh teman-teman PRT,” pungkas Lita.

 

Untuk itu, ia menganggap negara mesti turut mencampuri guna memberikan jaminan perlindungan terutama melalui instrumen-instrumen hukum.

 

“Hal inilah yang membuat RUU PPRT menjadi sangat penting untuk segera dibahas dan disahkan oleh DPR tentang ekerja Rumah Tangga Korban Penyiksaan, Kekerasan, dan Perbudakan Modern,” imbuh dia.

 

Ia menilai, Pekerja Rumah Tangga (PRT) memiliki kerentanan yang lebih besar untuk mengalami penyiksaan dan kekerasan.Hal itu, disebabkan mereka bekerja di ranah privat atau pribadi, dalam hal ini di rumah yang menjadi tempat kerjanya.

 

“Lingkup tempat kerja yang privat membuat tindak kekerasan atau penyiksaan lebih mudah dilakukan karena lebih mudah ditutupi. Hal ini termasuk juga dengan kerentanan untuk menjadi korban perbudakan modern,” terang, Lita.