Kas Masjid dan Kejahatan yang Mengintainya
Masjid merupakan tempat ibadah bagi ummat muslim, berbagai ritual ibadah dapat dilakukan di dalamnya, seperti sholat, baca Qur’an, sedekah, bermajelis ilmu, dan lain sebagainya.
Wikipedia Bahasa Indonesia mendefinisikan arti masjid lebih kompleks lagi, “Masjid atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Islam atau Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan sebutan lain bagi masjid di Indonesia adalah musholla, langgar atau surau. Istilah tersebut diperuntukkan bagi masjid yang tidak digunakan untuk Sholat Jum’at, dan umumnya berukuran kecil. Selain digunakan sebagai tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur’an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.”
Masjid seperti halnya rumah-rumah biasa, membutuhkan listrik, air, dan sistem operasional lainnnya.
Untuk memenuhi hal itu, tentu di butuhkan uang. Karena masjid adalah tempat umum yang bisa dinikmati dan digunakan oleh siapa saja—yang beragama Islam, maka biaya operasional nya pun di tanggung bersama.
Biasanya dalam tiap masjid, ada beberapa orang yang dipercaya sebagai pengurus. Baik itu dipilih langsung oleh orang yang membangun masjid, dipilih oleh tokoh/pemimpin masyarakat, ataupun yang dipilih oleh masyarakat umum.
Pengurus masjid inilah yang bertugas mengurusi segala kelengkapan dan kebutuhan masjid, juga dalam hal pengelolaan uang.
Sumber keuangan masjid diperoleh dari sumbangan jama’ah, di bahasakan sebagai dana ummat, yang tentunya diperuntukkan untuk ummat juga.
Salah satu media pengumpulan dana masjid adalah wadah celengan, yang biasanya berbentuk kotak, dan disebut sebagai kotak amal.
Tidak tanggung-tanggung, dana ummat yang terkumpul dalam satu masjid saja, bisa berpuluh-puluh juta.
Seperti contoh masjid kecil di dekat rumah saya, tiap jum’at, kondisi keuangan masjid di laporkan oleh pengurus, dan hasilnya, kas masjid sampai berpuluh-puluh juta. Itu baru masjid kecil, bagaimana dengan yang besar? Mungkin bisa mencapai ratusan juta.
Di samping banyaknya kas masjid, ada otak-otak jahat yang tergiur ingin memilikinya. Dan sasaran yang paling mudah ialah mediator pendapatan masjid, ya … celengan.
Baru-baru ini, 2 remaja di Luwu Utara nekatmencuri celengan masjid. Padahal kedua remaja ini masih berusia belasan tahun, namun telah berani melakukan tindakan seperti itu.
Beruntung, remaja tersebut tidak di amuk massa, padahal ia telah tertangkap basah oleh sekumpulan orang, saat menjalankan aksinya. (Sumber: makassar.tribunnews.com)
Kita bisa mengasumsikan 3 faktor, mengapa hal tersebut bisa terjadi:
1. Lemahnya pendidikan keluarga
Selo Soemarjan (1962) dan Abdullah (dalam Roucek dan Warren, 1994:127) menyebutkan bahwa keluarga adalah kelompok inti dalam masyarakat, sebab pendidikan pertama yang diterima seseorang secara alamiah ada dalam keluarga. Dalam keluarga anak di ajarkan berbagai hal yang dibutuhkan untuk menjalani kesehariannya.
Dalam pendidikan keluarga inilah yang membentuk karakter dasar, jika nilai-nilai kebaikan telah di tanamkan dalam diri seseorang sejak kecil, maka nilai-nilai itulah yang dibawa sampai dewasa, in shaa ALLAH.
Jadi, dalam keluarga perlu adanya pendidikan karakter, dan pemberian contoh yang baik, bagi anak-anak dalam keluarga tersebut.
Besarnya peranan orang tua terhadap anak, juga telah dikuatkan oleh sabda RosûlulLâh, “Setiap manusia yang lahir, mereka lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani” (HR. Bukhari-Muslim)
2. Teman bergaul
Seseorang akan cenderung mengikuti apa yang dilakukan temannya, jika temannya baik, ia bisa jadi ikut baik juga.
Pengaruh teman sebaya sangat penting, yang tak dapat kita remehkan dampaknya. Terdapat jalinan yang kuat antara para remaja. Di kelompok teman sebaya, mulai di terapkan nilai-nilai kebersamaan dan kerjasama. Keberadaan teman sebaya sangat mempengaruhi tingkah laku, minat, bahkan sikap dan pikiran remaja. Misalnya pengaruh terhadap cara berpakaian, gaya hidup, merokok, sikap dan sebagainya (Mapiere, 2004).
Oleh karena itu, “pilih-pilih” teman itu sangat penting, bukan dalam rangka sombong, tapi untuk menyelamatkan diri sendiri.
3. Adanya kesempatan
Sebagaimana yang sering disampaikan oleh bang Napi, “kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat dari pelakunya, tapi karena ada kesempatan. Waspadalah! Waspadalah! Waspadalah!”
Bisa jadi dalam kasus tersebut, pengurus masjid teledor dalam mengamankan celengan. Hingga terbuka peluang manis, bagi para pelaku untuk menggasaknya.
Penulis: Ma’arif Amiruddin (Mahasiswa / Aktivis Perubahan)
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan