GOWA – Heboh, karena dipicu adanya bisikan gaib pihak keluarga terdiri dari kedua orang tua, paman, kakek dan neneknya mencungkil mata Bocah yang merupakan anak atau cucunya sendiri sebagai syarat tumbal dalam ritual pesugihan.

Kejadian biadab tersebut dialami Bocah perempuan AP (6) yang matanya hendak dijadikan tumbal pesugihan yang terjadi di rumahnya sendiri jalan Malino Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, Rabu (01/9/2021) sekira pukul 13.30 wita.

Beruntung nyawa Bocah AP masih tertolong oleh Paman Korban, Bayu (34) dan menghubungi Bhabinkamtibmas Malino dan mengevakuasi korban ke Rumah Sakit RSUD Syekh Yusuf Gowa untuk mendapatkan perawatan.

Kini pihak kepolisian Polsek Tinggimoncong telah mengamankan empat orang terduga pelaku yaitu HAS (43) TAU (47) US (44) dan BAR (70) untuk dimintai keterangan. Dua pelaku di antaranya dibawa ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dadi Makassar untuk menjalani pemeriksaan mental.

Sementara itu Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol E. Zulpan mengatakan, aksi sadis pelaku itu diduga dilakukan karena pengaruh halusinasi.

“Bahwa di dalam tubuh korban terdapat penyakit yang harus di keluarkan dengan cara dicongkel pada bagian matanya,” ungkap Zulpan.

Zulpan menjelaskan, peran para pelaku, HAS (43) mencongkel mata sebelah kanan korban dengan menggunakan jari tangan pelaku dan bapak korban bernama TAU (47) dan Paman korban US (44) menjambak rambut korban serta kakeknya bernama BAR (70) yang membantu dengan memegang kepala dan badan korban,

“Sehingga mengakibatkan mata sebelah kanan dari korban mengalami luka dan mengeluarkan darah”

“Selanjutnya kami juga konsen mitigasi terhadap korban kami pastikan korban mendapat keamanan, kenyamanan dan mitigasi baik dan benar dari pemerintah,” ucap Zulpan dalam keterangannya Sabtu (4/9/2021).

Melihat kejadian tersebut, E .Zulpan menilai, seorang anak memang rentan mengalami tindak kekerasan yang kerap kali dilakukan oleh orang-orang terdekat, seperti halnya kasus di Gpwa ini

Padahal, E .Zulpan menegaskan, aturan hukum di Indonesia sendiri sebenarnya telah mengatur perlindungan kepada anak, termasuk melindungi anak dari sasaran kekerasan yang dilakukan oleh keluarga atau orangtua kandung dengan hukuman yang lebih berat.

Dengan skema aturan tersebut, E .Zulpan menilai, seharusnya sudah bisa memberikan peringatan kepada orangtua agar tidak melakukan kekerasan dengan beragam alasan apapun yang menjadikan anak sebagai tempat pelampiasannya. (*)