Kerugian Masyarakat Sulsel Akibat Penipuan Transaksi Keuangan Tembus Rp106 Milliar, Makassar dan Gowa Tertinggi
RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Kasus penipuan transaksi keuangan berbasis digital di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) terus meningkat.
Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) mencatat total kerugian masyarakat mencapai Rp106.434.137.786 dengan jumlah laporan sebanyak 7.035 aduan sepanjang periode November 2024 hingga 15 November 2025 di 24 kabupaten/kota di Sulsel.
Data tersebut dipaparkan Analis Kelompok Spesialis Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Arum Sulitiyaningsih, saat menyampaikan laporan melalui daring dalam kegiatan Media Gathering Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) 2025 di The Alana Hotel Malang by Aston, Minggu (23/11).
Arum menjelaskan, Kota Makassar menjadi daerah dengan jumlah kasus dan kerugian tertinggi. Tercatat 3.278 laporan masuk dari wilayah ini dengan nilai kerugian mencapai Rp70.269.590.709.
Posisi kedua ditempati Kabupaten Gowa dengan total 594 laporan dan kerugian senilai Rp4.675.441.415, disusul Kabupaten Maros dengan 330 laporan dan total kerugian Rp2.305.602.488.
Sementara itu, wilayah dengan laporan penipuan transaksi keuangan terendah adalah Kabupaten Kepulauan Selayar, dengan 38 aduan dan total kerugian Rp428.081.592.

Kategori penipuan yang paling banyak dilaporkan didominasi oleh transaksi belanja online dan penipuan digital dengan berbagai modus. Rinciannya antara lain:
- Penipuan transaksi belanja/jual beli online: 1.810 laporan
- Penipuan mengaku pihak lain (fake call): 649 laporan
- Penipuan penawaran kerja: 624 laporan
- Penipuan investasi: 552 laporan
- Penipuan hadiah: 391 laporan
- Penipuan melalui media sosial: 284 laporan
- Phishing: 236 laporan
- Social engineering: 152 laporan
- Pinjaman online fiktif: 132 laporan
- APK berbahaya (Android Package Kit) via WhatsApp: 94 laporan
Arum menegaskan angka tersebut kemungkinan masih belum menggambarkan situasi sebenarnya karena masih banyak masyarakat yang enggan atau belum mengetahui mekanisme pelaporan.
“Kemungkinan angka ini sebenarnya jauh lebih besar, karena masih banyak laporan yang tidak disampaikan oleh masyarakat,” ujar Arum.
Ia berharap masyarakat semakin waspada, memahami pola penipuan digital yang berkembang, serta melaporkan kejadian segera agar proses penindakan dapat dilakukan lebih cepat.
Arum juga mengingatkan pentingnya edukasi literasi digital dan keuangan agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan tawaran yang terlalu muluk, tautan mencurigakan, maupun aplikasi tidak resmi.
Ia menutup paparan dengan imbauan agar masyarakat selalu mengecek legalitas platform atau tawaran finansial melalui kanal resmi, menghindari klik tautan mencurigakan, serta tidak membagikan data pribadi kepada pihak tidak dikenal. (*)








Tinggalkan Balasan