Direktur PDAM Jeneponto, Junaedi, SE (Foto. Ari Lau)

JENEPONTO, RAKYAT NEWS Munculnya tanggapan yang menilai kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jeneponto masih buruk, menjadi motivasi tersendiri bagi direksi dan seluruh jajarannya untuk memperbaiki manajemen terutama dalam hal indeks kepuasan masyarakat (IKM) dan opini yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Menanggapi hal tersebut Direktur PDAM Jeneponto Junaedi, SE mengungkapkan bahwa dirinya mengawali karirnya sebagai direktur PDAM Jeneponto pada bulan November 2018. Dimana pada saat itu, kondisi PDAM Jeneponto dalam kondisi sakit bahkan mati suri akibat sejumlah permasalahan internal yang ditinggalkan direksi sebelumnya.

Junaedi menuturkan kondisi keuangan PDAM pada saat awal menjabat direktur dalam keadaan kolaps akibat terlilit utang miliaran rupiah, seperti banyaknya tunggakan listrik, gaji para karyawan empat bulan tidak terbayarkan, dan BPJS ketenagakerjaan juga tidak terbayar.

“Jadi pada saat itu, kami menjabat sebagai direktur PDAM Jeneponto, kondisi keuangan dalam keadaan sakit akibat terlilit utang miliaran rupiah, sehingga BPK memberikan opini penilaian dalam kondisi sakit,” ungkap Junaedi kepada awak media di ruang kerjanya, Rabu (5/1/2021).

Kemudian pada tahun 2019, lanjut Junaedi pihaknya terus melakukan perbaikan manajemen internal di PDAM Jeneponto. Namun karena pada saat itu Jeneponto mengalami bencana banjir bandang pada tanggal 20 Januari 2019, berakibat sejumlah pompa PDAM terbawa arus banjir, yang berimbas pelayanan PDAM Jeneponto agak terganggu.

“Tidak hanya pompa PDAM yang terbawa arus banjir, namun keuangan PDAM Jeneponto masih minus akibat masih terlilit utang, sehingga BPK memberikan opini penilaian tidak wajar pada tahun 2019,” kata Karaeng Ngawing panggilan akrabnya.

Namun pada tahun 2020, kata Junaedi, dengan perbaikan manajemen secara menyeluruh di internal PDAM Jeneponto, akhirnya BPK memberikan opini penilaian kepada PDAM Jeneponto yaitu Wajar Dengan Pengecualian (WDP).