JAKARTA – Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (DPN PERMAHI) tegaskan sikap Istimewah Pimpinan KPK terhadap Gubernur Papua, Lukas Enembe sebagai tersangka kasus korupsi dana Otsus Papua Inkonstitusional.

Baca Juga: KAI Buka Penjualan Tiket Libur Nataru Mulai Besok

Ketua Umum PERMAHI, Fahmi Namakule menilai aturan main dalam penerapan hukum terhadap setiap tersangka kejahatan Extra-ordinary crimes berupa perbuatan korupsi tentunya harus sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dapat dilihat riwayat kasus ini sejak 5 September 2022 lembaga anti rasua itu (KPK) menetepakan Gubernur Lukas sebagai tersangka telah menerima gratifikasi dari seseorang yang bernama Prijatono Lakka terkait proyek di Pemprov Papua seniai 1 miliyar, kemudian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kemudian mengungkap temuan soal dugaan penyimpanan dan pengelolaan uang yang tidak wajar.

Setoran tunai yang tidak wajar itu diungkap PPATK ialah terkait transaksi Lukas Enembe ke Kasino judi sejumlah 55 juta dolar Singapura atau setara dengan 560 miliyar rupiah, kemudia terdapat pula setoran tunai tidak wajar dalam waktu yang relatif pendek sebesar 5 juta dolar Singapura, selanjutanya setoran tunai berikutnya juga tercatat dilakukan untuk pembelian jam tangah mewah senilai 550 juta rupiah atau senilai 55.000 dolar singapura. Ungkap Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di kantor Menko Polhukam..

Fahmi menegaskan, dengan telah ditepkannya Gubernur Lukas Enembe sebagai tersangka pada 14 september 2022 yang lalu, KPK harusnya segera melakukan penangkapan dan penahanan terhadapnya, selayaknya kepala-kepala daerah yang sebelumnya terlibat korupsi, namun fakta yang terjadi justru upaya penegakan hukum yang dilakukan KPK terhadap tersangka ini terkesan didramatisir.

Hal ini dipertegas pula dalam KUHAP Pasal 17.