Jika merifer pada dalil presiden perihal ancaman ketidakpastian ekonomi global sebagai parameter kegentingan memaksa justru sedikit paradoks, sebab sebelumnya presiden telah menyampaikan bahwa kondisi perekonomian indonesia termasuk yang paling tinggi diantara negara-negara anggota G20 dengan capaian sebesar 5,72% pada kuartal III 2022, dan angka inflasi dalam posisi yang masih dapat dikendalikan, dengan demikian syarat objektif ini menjadi tidak “reasonable”

 

Fahri Bachmid mengatakan bahwa Perpu pada hakikatnya adalah keputusan presiden yang ditetapkannya dengan mengesampingkan DPR, karena adanya “kegentingan yang memaksa” yang berkekuatan undang-undang (berbaju peraturan), Keputusan presiden ini mengandung sifat kediktatoran konstitusional, sehingga kontrol legislasi maupun yudisial merupakan sebuah keniscayaan konstitusional.

Peran Konstitusional DPR sangat diperlukan

Secara terminologi, ketentuan norma Pasal 22 UUD 1945 mengandung pengertian bahwa “kegentingan yang mernaksa” menjadi syarat kondisional yang harus terpenuhi, sebelum presiden mempergunakan kewenangan menetapkan perpu, jika ditinjau dari aspek ini, seharusnya pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas penerbitan perpu, di orientasikan pada apakah telah terpenuhi “keadaan kegentingan yang memaksa” ataukah tidak, sehingga sangat tepat jika DPR menilai substansi atau materi muatan dari perpu tersebut, Seandainya dalam Sidang Paripurna DPR, presiden tidak bisa membuktikan serta menunjukkan adanya “ keadaan kegentingan yang memaksa” maka tentunya menurut ketentuan norma Pasal 22 ayat (3) UUD 1945 Perpu tersebut harus dicabut, setidaknya Ada tiga alasan mengapa Perpu harus dicabut: 1) apabila dalam pembahasan Paripurna DPR diketahui bahwa perpu tersebut bertentangan dengan hakikat perpu yaitu tidak memenuhi Syarat “keadaan kegentingan yang memaksa”, maka presiden sebenarnya dinyatakan tidak berwenang menetapkan perpu: 2) perintah pencaburan ini untuk menghindari tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau kemungkinan adanya tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan dengan instrumen hukum Perpu itu,3) perpu yang dibuat secara sepihak oleh presiden, dengan konstruksi tersebut, diharapkan agar DPR dapat memainkan peran-peran signifikan secara konstitusional dalam fungsi “Checks and balances” dalam rangka mendinamisir pemerintahan yang terbatas “limited government”