Selain itu, panitia lain yang terlibat dalam pembuatan surat rekomendasi fakultas yang tanda tangan wakil dekannya dipalsukan (tindak pidana pemalsuan), dan panitia yang bertanggung jawab di bidang kesehatan (tidak mengikutkan tim medis dan tidak lengkap membawa kelengkapan medis) juga telah lalai dan harus pula bertanggung jawab.

Selanjutnya, soal dikesampingkannya pasal 351 KUHP (penganiayaan/kekerasan), justru sangat jelas muncul dari kesimpulan Surat Visum Rumah Sakit Grestelina bahwa luka-luka, lebam dan memar yang terdapat pada bagian-bagian tubuh almarhum adalah akibat benturan benda tumpul.

Yodi juga mempertanyakan hasil otopsi dari Tim Forensik Dokpol Biddokes Polda Sulsel. 

“Mana hasilnya yang sebenarnya ? Kenapa kami keluarga korban tidak mau diperlihatkan atau diberikan salinan Surat Hasil Otopsinya  Kami sudah berkali-kali meminta ke penyidik Satreskrim Polres Maros tetapi tidak mau diberikan. Sementara di UU Kesehatan jelas diatur bahwa keluarga korban berhak mendapatkan salinan Surat Hasil Visum maupun Surat Hasil Otopsi ! Kalo Surat Hasil Visum dari RS Grestelina kami telah diberikan salinannya,” bebernya.

Lebih aneh lagi, kata Yodi, Satreskrim Polres Maros mempubliskan di beberapa media nasional bahwa hasil otopsi menerangkan kematian Virendy akibat kegagalan sirkulasi peredaran darah ke jantung karena adanya penyumbatan lemak. Sementara hasil otopsi tentang penyebab luka-luka, lebam dan memar di beberapa bagian tubuhnya tidak dijelaskan oleh penyidik.

“Soal keterangan hasil otopsi yang diumbarkan pihak Satreskrim Polres Maros di media, kami juga sudah konsultasikan dengan beberapa dokter ahli senior yang menyatakan tidak mungkin dokter forensik berkesimpulan almarhum meninggal karena kegagalan sirkulasi peredaran darah ke jantung akibat adanya penyumbatan lemak. Sebab itu berarti serangan jantung koroner, dan hal ini tidak mungkin dialami oleh anak muda,” tegasnya.