JAKARTA – Menteri Pertanian Periode 2019 – 2023, Syahrul Yasin Limpo (SYL)  dalam pledoinya setebal 25 halaman, yang dibacakan dalam Sidang Lanjutan Kasus Pemerasan dan Gratifikasi, di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Jumat, 5 Juli 2024, mengungkapkan, tuduhan meminta 20 persen dari anggaran Kementrian Pertanian, tidak masuk akal. Jika benar dirinya meminta 20 persen seperti yang dituduhkan, maka dirinya sudah kaya raya.

”Saksi Panji di dalam BAP penyidikan maupun di persidangan menyatakan bahwa saya pernah meminta 20% (dua puluh persen) dari setiap anggaran masing-masing satuan kerja di lingkungan Kementerian Pertanian. Anggaran Kementerian Pertanian setiap tahun adalah berkisar kurang lebih Rp 15 triliun. Saya sudah menjabat sejak akhir tahun 2019. Apabila dihitung 20% persen atau seperlima selama 4 tahun sejak 2020 sampai dengan tahun 2023 yaitu 20% atau 1/5 x Rp 15 triliun pertahun x 4 tahun = Rp 12 trillun, maka saya telah menjadi orang yang sangat kaya raya dan berkecukupan,” jelas SYL, dalam pledoinya.

Sementara, ungkap SYL, semua harta bendanya yang telah disita oleh penyidik tidaklah besar. Sangat jauh dari nilai tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa keterangan saksi Panji tersebut tidaklah masuk akal.

”Selain itu, apabila benar ia menyampaikan kepada saksi Sekjen, para Dirjen, saksi Direktur dan saksi lainnya bahwa menurutnya saya telah memerintahkan hal-hal seperti pungutan dan urungan atau memberikan dan menyerahkan sejumlah uang dan barang yang tidak pernah saya perintahkan menunjukkan pula bahwa saksi Panji bisa dan biasa mencatut nama saya yang memperlihatkan bahwa saksi Panji mempunyai cara hidup dan kesusilaan yang buruk, tidak masuk akal dan tidak dapat dipercaya dan memang itu sangtlah tidak benar adanya,” bebernya.

Begitu pula keterangan saksi yang menyatakan bahwa apabila ada pejabat Eselon I dan Eselon II tidak bersedia memenuhi permintaan akan dimutasi juga tidak masuk akal. SYL menjelaskan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepegawaian, tidak ada kewenangan dirinya terkait pengangkatan, pemindahan dan/atau pemberhentian pejabat setingkat Eselon II dan Eselon I. Semua itu kewenangan dan tugas pokok saksi Kasdi selaku Sekjen didasari oleh Perpres Nomor 117 tahun 2022 tentang Kementerian Pertanian dan Permentan Nomor 19 tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian.

”Saya tidak mungkin turut campur dalam proses tersebut. Apalagi dalam pengangkatan pejabat di lingkungan Kementerian Pertanian berdasarkan UU ASN Nomor 5 tahun 2014 menganut merit sistem, dimana selaku Pembina Kepegawaian saya hanya membentuk pansel dan proses selebihnya berada di pansel tersebut, Pembina kepegawaian dalam hal ini menteri hanya memilih dari nama-nama yang disodorkan oleh pansel tersebut,” jelasnya.

”Apabila saya yang tidak mempunyai kewenangan dalam proses tersebut memaksakan diri untuk mempengaruhi Sekjen melakukan penyalahgunaan, berdasarkan aturan dapat mengajukan proses Keberatan ke Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara, badan Pertimbangan Kepegawaian, Komisi ASN hingga mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara, di era transparansi dan keterbukaan seperti sekarang ini, dapat juga menyebarluaskan melalui berbagai media hingga viral,” lanjutnya.

Kenyataannya, kata SYL, hal tersebut tidak pernah ada karena memang dirinya tidak pernah melakukan perbuatan mengancam akan melakukan mutasi atau demosi pejabat, karena memang sangat tidak masuk akal apabila ia melakukan hal tersebut.

”Keterangan-keterangan saksi Panji maupun saksi lainnya yang dalam satu hal tidak masuk akal dan tidak benar (berbohong), maka dapat dipastikan bahwa keterangan-keterangan lainnya pun juga tidak benar,” terangnya.

Oleh karena itu, tambah SYL, dakwaan dan tuntutan yang mendasarkan pada keterangan saksi-saksi yang tidak masuk akal dan tidak dapat dipercaya karena tidak benar tersebut berdasarkan Pasal 185 ayat (6) KUHAP seharusnya tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menyatakan kesalahan dirinya.**