Di gubuk berlantai tanah itu hanya terlihat sehelai tikar dan sebuah bantal usang serta peralatan dapur seadanya, semua nampak sudah tak layak pakai

Ia mengaku masih memiliki anak yang hidupnya juga pas-pasan hanya bekerja serabutan dan tinggal di luar Kabupaten Sinjai, “saya hanya bergantung dari tiga ekor induk ayamku nak jika anaknya sudah besar, itumi lagi kujual kubelikan beras dan lauk pauk untuk memenuhi kebutuhan terkadang juga puasa kalau tidak punya uang, dulu adaji bantuan rastra yang bisa sedikit mengurangi beban hidupku tapi sekarang saya tidak lagi mendapat beras sejahtera itu ucapnya,” Rabu (06/11/2017).

Di penghujung usianya, ia hanya ingin merasakan tidur di kasur empuk dengan dinding rumah yang tidak bocor saat hujan, bebas debu dan tidak sumpek.

Semoga pemerintah daerah bisa secepatnya membantu meringankan beban nenek Baisa, dan para dermawan sudilah kiranya mengulurkan tangan untuk nenek Baisa.

Masih di Desa Pattongko, Kecamatan Tellulimpoe, juga ada Jaenang (65) hidup di gubuk reyot bersama dua orang kakaknya yang tidak punya suami dan satu diantara mereka cacat (Buta) juga hidup dari memelihara ayam. Kendati kondisinya cukup memprihatinkan dan masuk kategori miskin namun keluarga ini juga tidak terdata sebagai penerima rastra. Malahan pernah merasa gembira saat mendengar adanya program pengentasan kemiskinan melalui bantuan Ayam Kampung Sinjai (Akusi), namun kegembiraan ini berangsur redup setelah sekian lama bantuan tersebut bergulir pihaknya lagi-lagi luput dari bantuan tersebut. “Mungkin orang semiskin saya tidak layak dapat bantuan akusi, padahal satu-satunya penghasilan saya dari memelihara ayam itupun jauh dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari saya” Ujar Jaenah dengan nada sedih. (*)