Ketika anak bangsa ingin bersuara di jamu dengan laras dan senjata, anak muda semakin “takut” tentulah ini sangat miris, pemerintah negara kehabisan akal, segala cara dilegalkan untuk menyelamatkan bangsa padahal rakyat di buat sengsara.

Masikah anak muda berdiam di sudut kota atau bermimpi lewat “kouta” dan menyaksikan para pemimpin bermain akrobat saling “melipat” atau bak atlet bermain pimpong di layar kaca dan “maya”.

Dunia nyata menyuguhkan berbagai kebencian setiap saat terlebih lagi di dunia maya, indikasi degradasi moral anak bangsa akan semakin surut dengan melihat kondisi negara, teriakan fakta hanya di anggap “dusta”, UU IT pun di pantaskan untuk membungkam kritikan pada penguasa dengan alibi menghilangkan cacian maupun serangan kebencian, menkritik di sikat membully di babat, semangat nasionalisme terbakar dikiranya “makar”, kita pun terbahak dan membatin.

Bangsa ini sedang “sakit”, bangsa ini harus di sembuhkan, saatnyalah anak muda masuk ke arena panggung “sandiwara” untuk membawa berita fakta tanpa ada “derita”, anak muda bangsa berhentilah saling mencaci dan membully.

Selamatkanlah bangsa ini, bekali diri dengan ilmu dan taqwa, pasang “kuda-kuda” saatnya untuk “bertarung” bukan untuk berperang kepada penguasa tetapi bertarung untuk masa depan bangsa, masuklah ke gelanggang, isilah ruang-ruang sempit dan kosong sesuai profesi ataupun “hobby”, majulah tegak, kepalkan tangan lalu sampaikan siap untuk bertarung, sebab negara ini sedang sakit.

Anak muda, kita tidak lagi berada pada fase “preventif” atau pencegahan sehingga bangsa ini tidak sakit, tetapi kita sedang berada pada fase “kuratif” atau mengobati bangsa yang sedang akut, promosi kemandirian sudah harus di galakkan, tentu kita tidak ingin bangsa ini di “rehab” lagi oleh bangsa lain, anak muda harus siap untuk mandiri atau kalah dan “mati berdiri”.