WAJO – Sebanyak 902 peserta mendaftarkan dirinya untuk mengikuti Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo, yang dilaksanakan secara virtual pada 1 Oktober 2021 di Wajo, Sulawesi Selatan. Kolaborasi ketiga lembaga ini dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi. Adapun tema saat ini adalah “Posting Konten? Hargai Karya Orang Lain”.

Empat orang narasumber tampil dalam seminar kali ini. Masing-masing yakni, Digital Entrepreneur & anggota Forum Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia, Hendro Prastio; pemengaruh & dokter, Sri Rahma Dani; AJI Indonesia Korwil Sulawesi-Maluku-Maluku Utara, Qodriansyah Agam Sofyan; serta praktisi hukum, Muhammad Sirul Haq. Sedangkan moderator yaitu Desmona. Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi menargetkan 57.550 orang peserta.

Acara dimulai dengan sambutan berupa video dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, yang menyalurkan semangat literasi digital untuk kemajuan bangsa. Adapun yang tampil berikutnya adalah Hendro Prastio sebagai pembuka sesi materi dengan paparan bertema “Mengenal Aplikasi Percakapan dan Fitur-Fiturnya”. Menurut Hendro, aplikasi percakapan di dunia digital telah mengalami perkembangan signifikan. Pada awal-awal internet, aplikasi percakapan yang digunakan misalnya mIRC dan Yahoo Messenger, kemudian muncul MSN Messenger dan Blackberry Messenger atau BBM. Kini, aplikasi yang banyak dipakai antara lain WhatsApp, Telegram, Zoom Meeting, dan Google Meeting. “Sekarang, percakapan dapat menggunakan teks, audio, atau video,” katanya. 

Selanjutnya, Sri Rahma Dani menyampaikan paparan berjudul “Etika Menghargai Karya atau Konten Orang Lain di Media Sosial”. Ia mengatakan, sejumlah cara menghargai karya atau konten orang lain di dunia digital, antara lain tidak menjiplak karya orang lain, tidak menjadi penikmat karya bajakan, menerapkan prinsip lebih baik diam atau memberikan komentar sewajarnya, serta meminta izin pemilik karya bila mengunggahnya. Sedangkan etika ketika mengirimkan ulang atau repost konten orang lain, di antaranya mencantumkan sumber atau meminta izin kepada pemiliknya. “Berikan apresiasi langsung kepada kreator,” ujar dia. 

Pemateri ketiga, Qodriansyah Agam Sofyan, memaparkan tema “Memahami Batasan dalam Kebebasan Berekspresi di Dunia Digital”. Menurut dia, pelanggaran berekspresi yang kerap terjadi di dunia digital, antara lain tangkapan layar percakapan, pencemaran nama baik, serta plagiarisme atau pelanggaran hak cipta. Berdasarkan UU ITE, ancaman hukuman pelanggaran tersebut mencapai 6 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar. “Ketika menggunakan media sosial, hindari mengakses informasi personal dan data orang lain untuk disalahgunakan,” imbuhnya. 

Muhammad Sirul Haq, sebagai narasumber terakhir, menyampaikan paparan berjudul “Hak Kekayaan Intelektual (HKI) & Keamanan Digital”. Ia mengatakan, karya intelektual merupakan hasil pemikiran dan kecerdasan manusia, yang bisa berupa penemuan, desain, seni, atau karya tulis. Hak tersebut dapat mengandung nilai ekonomis dan dianggap suatu aset komersial serta dilindungi oleh UU. “Tujuan perlindungan keamanan HKI adalah memberikan rasa adil dan reward kepada warga penemu yang melaksanakan aktivitas intelektualnya,” terangnya. 

Setelah pemaparan materi, kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu Desmona. Para peserta tampak antusias dan mengirimkan banyak pertanyaan. Panitia memberikan uang elektronik masing-masing senilai Rp 100.000 bagi 10 penanya terpilih.

Salah seorang peserta, Saifurrahman, bertanya tentang kiat melindungi hasil karya cipta di internet.  Menanggapi hal tersebut, M Sirul Haq bilang, warganet perlu mendaftarkan hasil karya ke Direktorat Jenderal HKI, memantau,  dan menjaganya. Untuk menghindari penjiplakan, warganet juga dapat memberikan label atau tanda khusus lainnya.