MAKASSAR – Pelaksana Tugas Ketua Tim Penggerak PKK Sulsel, Naoemi Octarina, membuka Lokakarya Persiapan Pelaksanaan LiLA (Lingkar Lengan Atas) Keluarga, yang dilaksanakan secara virtual, Selasa (5/10/2021).

Baca Juga: Naoemi Octarina Ajak Pengurus HIMPAUDI Sulsel Wujudkan PAUD Holistik Integratif

Kegiatan lokakarya yang digelar Jenewa Madani Indonesia ini diikuti tujuh puskesmas dari Kabupaten Pangkep dan Takalar, yang akan dijadikan sebagai pilot project.

Pada sambutannya, Naoemi Octarina, mengatakan bahwa balita merupakan kelompok rentan terhadap kekurangan gizi atau gizi buruk. Mereka membutuhkan nutrisi yang optimal untuk perkembangan dan pertumbuhannya, dan para orangtua harus bisa melakukan deteksi dini.

“Melalui pelaksanaan LiLA keluarga ini, kita berharap para orangtua bisa melakukan deteksi dini. Begitupun dengan para kader Posyandu,” kata Naoemi.

Lanjut naoemi, mengungkapkan jika persoalan gizi buruk penting untuk ditanggulangi bersama, karena pada balita yang kurang gizi akan mempengaruhi intelektual anak hingga sistem kekebalan tubuh mereka. Selain itu, bisa mengakibatkan infeksi berkepanjangan, bahkan terjadi resiko kematian.

“Kekurangan gizi atau kasus gizi buruk tidak hanya menyebabkan gangguan kesehatan fisik, tetapi juga gangguan mental pada anak,” ungkapnya.

Naoemi menambahkan, bahwa masalah kekurangan gizi bisa dideteksi lebih awal melalui LiLA, penanganan bisa dilakukan lebih cepat. Karena itu, lokakarya ini sangat penting. Tujuh puskesmas yang mengikuti lokakarya ini bisa menurunkan ke Posyandu, sekaligus meningkatkan kesadaran para orangtua terhadap kesehatan balita mereka.

“Semoga kegiatan ini bisa berjalan lancar dan tepat sasaran,” uar Naoemi.

Sementara itu, CFO UNICEF Makassar, Henky Widjaja, mengatakan bahwa anak kekurangan gizi atau gizi buruk memiliki risiko rentan kematian 12 kali lebih tinggi dibandingkan balita yang berstatus gizi normal. Dan pandemi Covid-19 ternyata turut mempengaruhi meningkatnya kasus kekurangan gizi ini.

“Pandemi ini mengakibatkan banyak kepala keluarga yang kehilangan pekerjaan atau mengalami penurunan penghasilan, yang kemudian mempengaruhi kemampuan keluarga terutama yang di kalangan menengah kebawah, untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan serta gizi anaknya,” kata Henky.

Terakhir, Henky menegaskan jika pandemi ini telah menyebabkan distorsi layanan kesehatan, sehingga seluruh sumber daya kesehatan diarahkan untuk penanganan pandemi.

Sebagian masyarakat menurut Hengky, juga membatasi akses mereka ke fasilitas kesehatan, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah kasus gizi buruk pada balita dalam dua tahun terakhir.

“Sangat mendesak bagi kita untuk mengambil tindakan cepat dan tepat, untuk memperbaiki serta mencegah peningkatan kasus gizi buruk ini,” imbuhnya.