RAKYAT NEWS, RAGAM – Setiap tahun pada tanggal 10 Muharram, masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan merayakan tradisi bubur Asyura. Tradisi ini telah menjadi bagian penting dalam budaya mereka. Abd. Adim, SE., M.Ag menjelaskan hal ini dalam acara Pandiran Baisukan di Pro.4 RRI Banjarmasin.

“Pada 10 Muharram, tradisi bubur Asyura menjadi tren yang diikuti oleh semua kalangan, mulai dari yang muda hingga yang tua. Ini merupakan sebuah fenomena yang luar biasa, di mana bubur dimasak dalam jumlah besar dan dibagikan kepada orang-orang,” ungkap Abd. Adim.

Abd. Adim, yang juga seorang dosen di Fakultas Ushuluddin & Humaniora UIN Antasari Banjarmasin, menjelaskan bahwa menikmati bubur Asyura pada 10 Muharram adalah bagian dari tradisi masyarakat Banjar yang sarat akan filosofi, mengingatkan kita untuk kembali kepada fitrah asal manusia.

Bubur Asyura bukan sekadar bubur biasa. Selain dari jumlah yang banyak, bubur ini juga terdiri dari campuran sayuran dan rempah-rempah sebanyak 41 macam.

“Angka 41 memiliki makna sakral bagi masyarakat Banjar. Hal ini tercermin dalam berbagai acara adat masyarakat Banjar, seperti pernikahan atau selamatan, di mana kue yang disiapkan biasanya berjumlah 41 macam,” jelas Abd. Adim.

Andrew Gazali, seorang mahasiswa Aqidah & Filsafat Islam UIN Antasari yang ikut hadir dalam acara Pandiran Baisukan, juga menyampaikan kekagumannya terhadap tradisi bubur Asyura di Kalimantan Selatan.

“Saya terkesan melihat tradisi 10 Muharram, namun pelaksanaannya di Kalimantan Selatan sungguh luar biasa. Penting untuk menjaga dan mewariskan tradisi ini kepada generasi mendatang, yang penuh dengan kebaikan, memasak bersama, dan berbagi bersama,” ujar Gazali, yang baru tinggal setahun di Banjarmasin untuk menempuh studi.