RAKYAT.NEWS, BEKASI – Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengingatkan pemerintah daerah (Pemda) tentang aturan batas Garis Sepadan Sungai (GSS), karena adanya dugaan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terbit di bantaran kali.

Menurutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, harus mengikuti batas garis sungai bertanggul tiga meter dan sungai tidak bertanggul 15 meter.

“Nah sepanjang bantaran kali ini, disebutnya Tanah Negara (TN) di bataran sungai,” kata Yayat kepada Rakyat News, Selasa (24/7/2024).

Dengan begitu, Yayat mempertanyakan aturan di masing-masing daerah mengenai pengaturan aliran sungainya. Kemudian, harus memastikan keabsahan hukum dasar pembuatan SHM tersebut.

“Asal- usul riwayat tanah di bantaran kali sampai bisa terbit sertifikat. bagaimana penetapan batas-batas kalinya, bagaimana pembuktiannya. Itukan tergantung pada BPN,” pungkasnya.

“BPN harusnya melakukan pengecekan dan pengukuran. Kenapa banyak dugaan terbit sertifikat di bataran sungai, karena pengawasannya lemah,” imbuhnya.

Atas kejadian ini, Yayat menilai masih kurang memberikan sosialisasi pemahaman kepada masyarakat tentang atas-batas sungai atau kali adalah Tanah Negara (TN).

“Karena bagi masyarakat yang kurang mampu dan tidak paham. Sangat mudah menduduki tanah bataran kali, karena dapat dibeli dengan murah, melakukan pengurukan buat tempat tinggal dampaknya terjadi penyempitan di aliran sungai,” ucap Yayat.

Sebelumnya, Lurah Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Mohamad Soleh, menegaskan keberadaan bangunan di Garis Sepandan Sungai (GSS), sudah memiliki SHM.

“Ini kan (sertifikat) yang ngukur BPN, jadi Kita (Kelurahan) hanya melanjutkan saja,” ujar Soleh saat ditemui di kantornya, Selasa (23/7/2024).

Saat Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2021 lalu, Soleh menerima berkas pengajuan pembuatan seritifikat tanah dari warga RT.005/RW.007, Kelurahan, Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara.