RAKYAT NEWS, JAKARTA – Amnesty International melaporkan bahwa tahanan Palestina di kamp militer Sde Teiman, Israel, telah mengalami penyiksaan dan perlakuan yang mengerikan, termasuk kekerasan seksual.

Wakil Direktur Regional untuk Timur Tengah dan Afrika Utara di Amnesty International Sara Hashash menyatakan bahwa dalam dokumentasi terbaru mereka, ditemukan bukti penyiksaan mengerikan terhadap tahanan Palestina. Perlakuan tersebut dianggap sebagai kejahatan perang yang dilakukan oleh tentara Israel.

“Dalam penelitian terbarunya, Amnesty International mendokumentasikan penyiksaan yang mengerikan dan perlakuan buruk lainnya terhadap tahanan Palestina di kamp militer Sde Teiman dan fasilitas penahanan lainnya,” katanya, dikutip Anadolu, Selasa (6/8/2024).

Amnesty International mendokumentasikan bahwa sebanyak 27 mantan tahanan, termasuk 20 pria, enam wanita, dan satu anak-anak, memberikan kesaksian mengenai kekerasan dan kejahatan seksual yang terjadi selama mereka berada dalam penjara. Mereka ditahan selama periode antara dua minggu hingga 140 hari di fasilitas penahanan yang diawasi oleh militer atau Layanan Penjara Israel.

“Mereka semua mengatakan bahwa selama penahanan tanpa akses komunikasi, pasukan militer, intelijen, dan polisi Israel menyiksa dan melakukan perlakuan kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat lainnya,” jelasnya.

Laporan itu mengatakan bahwa mereka yang ditahan di kamp militer Sde Teiman yang terkenal kejam mengatakan bahwa mereka ditutup matanya dan diborgol selama mereka ditahan di sana. Mereka juga dipaksa untuk tetap berada dalam posisi yang menegangkan selama berjam-jam dan dilarang berbicara satu sama lain atau mengangkat kepala.

“Laporan ini konsisten dengan temuan organisasi hak asasi manusia lainnya dan badan-badan PBB serta berbagai laporan berdasarkan laporan dari para whistleblower dan tahanan yang dibebaskan,” katanya.

Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa para tahanan di kamp militer Sde Teiman mengalami perlakuan kejam seperti penutupan mata dan pemaksaan posisi yang ekstrem. Hal ini sejalan dengan temuan organisasi hak asasi manusia lainnya dan laporan PBB yang juga menyoroti pelanggaran yang terjadi.