RAKYAT NEWS, JAKARTA – Beberapa lembaga di Inggris dan Amerika Serikat telah menerbitkan artikel yang meramalkan masa depan Indonesia, terutama setelah Prabowo Subianto resmi menjabat sebagai Presiden Indonesia untuk periode 2024-2029.

Salah satunya adalah Chatham House, melalui tulisan Direktur Asia-Pasifik mereka, Ben Bland, yang membuat analisis dengan judul “Continuity Prabowo means change for Indonesia”.

Bland mengamati bagaimana “Prabowo telah memanfaatkan dukungan dari Jokowi untuk meraih kekuasaan namun kemungkinan besar tidak akan memimpin sebagai ‘proksi’ Jokowi”.

“Ketika saya makan siang bersama Prabowo Subianto pada tahun 2013, setahun sebelum upaya pertamanya yang gagal untuk terpilih sebagai presiden Indonesia, dia masih mengasah nada nasionalismenya yang berapi-api, berjanji untuk mengguncang negara dan mencegahnya menjadi negara gagal,” tulisnya di awal, dikutip Sabtu (17/8/2024).

“Sebelas tahun kemudian, mantan jenderal berusia 72 tahun itu akhirnya berhasil mengamankan kursi kepresidenan dengan kembali menjadikan dirinya sebagai kandidat pengganti, membentuk aliansi yang tidak terduga dengan Presiden Joko Widodo yang sangat populer,” ujarnya.

Ia kemudian membahas prospek Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo ke depan. Menurut Bland, pemilihan kepala negara baru Indonesia tidak hanya penting bagi Indonesia tetapi juga bagi Asia Tenggara, karena Indonesia menjadi pangkalan persaingan antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Bland kemudian mengaitkan masalah ini dengan skala dan pertumbuhan ekonomi pesat Indonesia di antara negara G20, serta kedudukan Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbanyak di dunia.

“Jika Prabowo mulai menjabat pada bulan Oktober, ia kemungkinan akan memerintah sebagai orangnya sendiri dan bukan sebagai wakil Jokowi. Hal ini sebagian disebabkan oleh kepribadiannya,” tegasnya.

“Realitas politik juga akan membatasi pengaruh Jokowi. Jabatan wakil presiden di Indonesia sama lemahnya dengan di AS, sehingga akan sulit bagi Gibran untuk menggunakan posisi tersebut untuk memberikan pengaruh,” ujarnya lagi menyinggung putra Jokowi, Gibran yang akan menjadi wapres.

Bland berpendapat, meskipun Jokowi mungkin tetap memiliki dukungan publik yang tinggi setelah meninggalkan jabatannya (dengan tingkat dukungan sebesar 80%), hal itu tidak akan secara otomatis memberinya pengaruh politik.

“Faktanya, begitu Prabowo menguasai kekuasaan dan patronase yang signifikan di kursi kepresidenan, para pemimpin partai dan taipan politik yang bebas memilih yang mendukung Jokowi kemungkinan besar akan tertarik pada Prabowo,” ujarnya.

Sementara itu, dari Amerika Serikat (AS), media yang didirikan oleh Profesor Universitas Harvard Samuel P. Huntington, yaitu Foreign Policy (FP) menyoroti nasib Indonesia jika Prabowo Subianto resmi menjadi presiden di artikel berjudul ‘How Will Prabowo Lead Indonesia?’.

“Kebijakan ekonominya bersifat populis, seperti usulan untuk meningkatkan subsidi, khususnya program makanan sekolah, akan meningkatkan defisit fiskal Indonesia,” dikutip dari artikel FP yang dirilis awal tahun ini.

FP juga membahas bagaimana Prabowo akan berinteraksi di forum internasional. Mereka menjelaskan bahwa Prabowo akan melanjutkan upaya Jokowi dalam melawan peraturan deforestasi Eropa.

“Orang-orang Eropalah yang memaksa kami menanam teh, kopi, karet, dan coklat. Dan sekarang Anda mengatakan kita sedang menghancurkan hutan kita? Anda menghancurkan hutan kami terlebih dahulu,” kutip media itu mengutip ucapan Prabowo dalam sebuah forum.

Dari perspektif geopolitik, FP memberikan pandangan yang menarik. Mereka menganalisis bahwa Prabowo mungkin akan mengidentifikasi dirinya mirip dengan presiden kedua Indonesia, Soeharto, dan menempatkan dirinya di jalur independen di antara rivalitas beberapa negara besar.

“Meskipun Indonesia dan China termasuk di antara negara-negara yang mengklaim pulau-pulau yang disengketakan di Laut Cina Selatan, Prabowo telah mendekati Beijing karena investasi mereka yang perlu proses yang sedikit dibandingkan investor Eropa,” tegasnya lagi.

Brookings Institute juga mengulas hal serupa. Dalam artikel ‘Reflection on Jokowi’s Legacy and Prabowo’s presidency’, mereka menyoroti bagaimana Prabowo akan melanjutkan program-program Jokowi seperti pengolahan mineral dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

“Prabowo akan mendapat tekanan melanjutkan program kunci Jokowi: Indonesia Emas 2025, sebuah program pencapaian industrialisasi seabad setelah Indonesia merdeka,” tulis lembaga itu.

Prabowo juga dianggap akan menjaga posisi Indonesia yang seimbang di tengah persaingan global antara China dan Amerika Serikat (AS). Ia digambarkan sebagai figur yang pragmatis sehingga ia akan menjaga hubungan baik dengan Beijing dan Washington.

Akan tetapi, Brookings menduga bahwa tantangan yang akan dihadapi pemerintahan Prabowo adalah korupsi. Mereka menekankan bahwa Prabowo memiliki tugas besar dalam memerangi korupsi demi menjaga iklim investasi yang kondusif.

“Lebih lanjut, masa depan yang baik adalah ketikan pemerintah dapat menjaga kepentingannya dan iklim investasi juga tetap berjalan baik,” tambah lembaga itu.