Kebijakan yang berlaku kala itu, radio swasta hanya merelay berita-berita RRI. Walau kenyataannya, sudah ada radio yang menyiarkan berita, tapi dikemas dengan nama informasi. Ini cara bermain aman hehehe.

Maklum, umumnya program-program radio masih identik dengan program memutar lagu, pilihan pendengar, sandiwara radio, kuis dan sejenisnya.

Sehingga menjadi tantangan bagi kami untuk mengangkat Radio Bharata FM, sebagai radio yang memproduksi berita sendiri. Bahkan kami membentuk tim pemberitaan tersendiri.

Selain saya, ada Fahnur, Elsa, Ochi, dan Ruby. Tim ini dalam jalur kerjanya banyak bersentuhan dengan bagian produksi dan siaran.

Saya ingat persis, salah satu narasumber yang rutin saya wawancarai, yakni Hj Normi Palaguna, istri dari Mayor Jenderal (Mayjen) TNI (Purn), H Zainal Basri Palaguna, Gubernur Sulawesi Selatan (periode 1993-1998 dan 1998-2003).

Sebelum jadi Gubernur Sulawesi Selatan, HZB Palaguna, merupakan pemegang tongkat komando Pangdam VII/Wirabuana (1991-1993). Sosok pemimpin yang berwibawa dan beritegritas ini mampu membawa daerah ini melewati masa-masa kritis, krisis ekonomi di tahun 1998.

Dalam situasi negara yang sedang dililit kesulitan ekonomi yang dikenal dengan istilah krismon itu, ada gerakan cinta rupiah berupa menyumbang perhiasan dan logam mulia untuk membantu memulihkan kondisi ekonomi negara yang morat-marit.

Gerakan ini dimotori Siti Hardijanti Rukmana atau Mba Tutut, anak Presiden Soeharto.

Mba Tutut ini merupakan Menteri Sosial pada Kabinet Pembangunan VII. Ia menjabat dalam waktu singkat, terhitung hanya sejak 14 Maret 1998 sampai dengan 21 Mei 1998.

Nilai tukar rupiah ketika krismon, anjlok dari semula Rp2.500 menjadi Rp17.000 untuk setiap satu dolar Amerika. Karena itu, muncul ajakan sumbang emas sebagai bentuk solidaritas dan wujud patriotisme. Penggalangan emas saat itu ramai jadi bahan pemberitaan.