RAKYAT NEWS, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa gempa yang terjadi di Gunungkidul berasal dari zona megathrust di selatan DI Yogyakarta.

Pada Senin (26/8) pukul 19.57.42 WIB, gempa dengan magnitudo 5,5 mengguncang Gunungkidul, DIY, dan sekitarnya.

Episentrum (titik di permukaan Bumi yang berada tepat di atas pusat gempa di kedalaman) terletak di laut sejauh 107 km arah barat daya Gunungkidul. Sedangkan hiposentrum (pusat gempa sebenarnya) ada di kedalaman 42 km.

“Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalamannya, gempa selatan Gn. Kidul M5,5 merupakan jenis gempa dangkal akibat deformasi batuan di bidang kontak antar lempeng (megathrust),” ungkap Daryono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, dalam unggahannya di X, Selasa (26/8) malam.

“Lokasi hiposenter Gempa Gn Kidul M5,5 tadi malam pada penampang melintang zona subduksi di selatan Yogyakarta.” jelasnya.

“Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa memiliki mekanisme naik (thrust),” lanjutnya.

Zona megathrust adalah wilayah di mana dua lempeng tektonik bertabrakan dan salah satunya menyusup di bawah lempeng lain dalam proses yang disebut subduksi.

Proses ini memiliki potensi untuk menyimpan energi besar yang bisa dilepaskan secara tiba-tiba dalam bentuk gempa besar dan bahkan bisa memicu tsunami.

Meskipun berada dalam zona megathrust, “model pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi Gunungkidul magnitudo 5,5 yang terjadi TIDAK MENGHASILKAN POTENSI TSUNAMI.”

Gempa ini dirasakan di Sleman, Yogyakarta, Kulonprogo, dan Bantul dengan skala intensitas III-IV MMI (Modified Mercalli Intensity);

Sementara di Karangkates, Malang, Pacitan, Nganjuk, Trenggalek, Madiun, Kediri, Blitar, Cilacap, Banyumas, Solo, Surakarta, dan Klaten dengan skala intensitas II-III MMI.

Semakin tinggi angka skala, getaran yang dirasakan akan semakin kuat.