Kebebasan berekspresi Sue: Luka yang Belum Sembuh di Papua
Menegakkan atau Menabrak aturan?
Sakitnya Sue diakibatkan karena sakitnya kebebasan berekspresi dan berpendapat. Kesakitan itu hadir karena saluran ekspresinya dibatasi bahkan disumbatkan. Kemanan nasional ataupun keamanan Kamtibmas di lingkungan dan saluran jalan yang digunakan masa aksi demonstrasi terganggu lalu lintas. Itu menjadi pilihan dalil-dalil yang dipergunakan aparat keamanan kepolisian. Alasan semacam itu kerapkali belum ditunjukkan ketika tanpa negosiasi dibubarkan paksa, misalnya titik Aksi Kalibobo dalam kasus penangkapan Sue.
Alasan itu manjadi tonggak penting mendudukkan aksi harus dibubarkan. Karena itu saluran-saluran ekspresi pikiran dan hati nurani belum sehat dihadapi Indonesia dan Papua. Manusia disakiti misalnya aksi dalam kasus Sue, ada korban lainnya terkonfirmasi mengalami kejadian pemukulan, distrom, dirotan bahkan ditembak peluru karet dan peluru tima. Titik Aksi Siriwini, kelompok Sue ada 8 (delapan) orang yang korban. Satu diantaranya kritis. Di titik lainnya, seperti Karang Tumaritis ada dua orang korban tembakan peluru karet yang mengenai tubuh bagian paha dan lainnya.
Menurut kesaksian Korban, penangkapan, selama dalam perjalanan pengangkutan kendaraan terutama titik Aksi Kalibobo, mendapatkan pemaksaan diam dengan pemukulan rotan, ketika menyanyikan yel-yel. “Kami menyanyikan yel-yel ‘kami bukan mera putih, kami bintang kejora’, polisi menyuruh diam, pukul pake rotan”. Setiap kali menyanyikan yel-yel, polisi memukul dengan rotan sampai di Polresta Nabire”. Kata Yako salah satu masa aksi yang menjelaskan kepada penulis pada saat menanyakan kejadian melalui telpon seluler pada tanggal 16 Agustus 2024.
Adakah hukum yang membebaskan?
Jika ekspresinya disalurkan dengan benar pada ruangnya, jeritan Sue belum akan ada. Atau mencapai penumbuhan dari sisi kedudukan demokrasi dan kebebasan berekspresi dan berpendapat di Papua. Saluran yang tersumbat karenanya memaksakan kesakitan. Aparat keamanan kepolisian resor Nabire juga mengekspresikan mode penerapan dan menduduki kebebasan berekspresi adalah sesuatu yang seolah-olah menakutkan kedudukan negara. Perspektif itu menjustifikasi gerakan demonstrasi diseret kedalam pemahaman gerakan yang dilarang.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan