Oleh Marselino W Pigai – Koordinator Grup Aksi Amnesty Papua.

“z (saya) sakit, dapat pukul itu belum sembuh, seperti hari in (ini) lagi masih oo”. Tanya saya, beratnya di bagian mana ee? z (saya) sakit seluruh badan in (ini), juga kepala in (kepala) yg (yang) susah jalan in (ini). Begitu kalimat ekspresi jeritan yang diceritakan Sue (menggunakan nama anonim) kepada saya dalam sebuah pesan melalui Media sosial yang dikirim pada Rabu, 4 September 2024, 05.35 Waktu Papua.

Sakit ini belum selesai dan sembuh akibat pemukulan, interogasi selama kurang lebih 4 jam. Sue diperlakukan tindakan tidak manusiawi oleh aparat keamanan yang diduga empat orang; dua Brimob dan dua polisi dalam sebuah mobil brimob tertutup yang diangkut setelah penangkapan di Siriwini (jalur masuk KPR Siriwini) pada kegiatan aksi demonstrasi tanggal 15 Agustus 2024.

Sue ditangkap didepan penulis, aparat menargetkan tapi luput dari penangkapan termasuk penulis (sebagai konses dan aktivis kemanusiaan) dan kawan-kawan yang terlibat dalam aksi demonstrasi secara damai, memprotes New York Agreement yang ditandai cikal bakal termasuk menerapkan paradigma rasialis terhadap Bangsa Papua. Adanya pengabaian hak orang asli Papua sebagai subyek hukum dalam proses perumusan dan pembahasan sampai persetujuan pada 15 Agustus 1962 di New York. Juga, bulan Agustus memiliki rekaman kemarahan bangsa Papua terhadap perspektif Rasisme. Karena itu menandai Agustus sebagai bulan rasisme.

Korban dan rusaknya demokrasi

Derita dan jeritan Sue harus dilihat dari perspektif yang lebih luas dalam kaitannya dengan geraka

jalannya demokrasi Indonesia. Indonesia sendiri adalah negara yang digembar-gemborkan mempunyai tradisi dan sistem demokratis. Demokrasi tidak hanya urusan politik praktis pemilu. Demokrasi juga menempatkan Kebebasan berekspresi dan berpendapat, setidaknya sebagai elemen yang substantif dalam mengukur iklim sistem demokrasi. Karena itu kebebasan berekspresi dan berpendapat ikut menandai berjalan maju-mundur, ada tiadanya atau hidup dan matinya sebuah demokrasi.