“Kedua dokumen tersebut berasal dari proses yang berpihak pada terlapor. Ini salah satunya ditunjukkan dari dipertemukannya para anak korban dengan terlapor ketika pertama kali pelapor meminta perlindungan di P2TP2A Luwu Timur. Petugas yang menerima laporan memiliki konflik kepentingan karena pertemanan dengan terlapor sebagai sesama Aparat Sipil Negara,” ungkapnya.

Sebelumnya pada 06 Maret 2020, Tim Kuasa Hukum Korban telah mengajukan bukti-bukti dan argumentasi hukum terkait kejanggalan kasus tersebut dalam Gelar Perkara Khusus, namun keseluruhannya tidak dipertimbangkan oleh Polda Sulsel.

Tim Kuasa Hukum juga pada 06 Juli 2020 telah melakukan upaya dengan mengirim Surat Keberatan atas Penghentian Penyelidikan & Permintaan Pengalihan Penanganan Perkara ke Mabes Polri, akan tetapi belum mendapatkan respon hingga saat ini.

Tim kuasa Hukum pun telah mengirim aduan dan permintaan dukungan ke sejumlah Lembaga Negara agar kasus ini dapat ditindaklanjuti.

Oleh karena itu, Tim Kuasa Hukum Korban mendesak kepada:

1. Kapolri memerintahkan untuk membuka kembali penyelidikan perkara serta mengalihkan proses penyelidikannya kepada Mabes Polri, dengan secara penuh melibatkan Tim Kuasa Hukum, Pelapor sebagai ibu para anak korban, serta pendamping sosial anak; menghadirkan saksi dan ahli, melengkapi berkas perkara dengan laporan sosial serta psikologis, dan petunjuk lain dalam penyelidikan; serta memastikan perlindungan korban dan akses terhadap pemulihan bagi para anak korban dan pelapor;

2. Meminta kepada semua pihak termasuk Polisi untuk melindungi identitas korban dengan tidak menyebarkan dan mempublikasikannya. Secara khusus terkait beredarnya klarifikasi terkait perkara dari Humas Polres Lutim yang mencantumkan identitas orangtua anak korban. Larangan membuka identitas anak korban ditentukan dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Identitas sebagaimana dimaksud meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama Anak Saksi, nama Orangtua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak. Kami pun mendesak sanksi tegas bagi anggota polisi yang terbukti melakukan tindakan tersebut.