MUI Kecam Rencana Kemenkeu Bakal Pungut Pajak Judi Online
RAKYAT NEWS, JAKARTA — Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikhsan Abdullah menanggapi ide Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memungut pajak dari judi online dan gim online dianggap tidak tepat.
“Apabila pemerintah memungut pajak atas judi online, itu sama saja artinya dengan pemerintah melegalisasi perjudian online,” kata Kiai Ikhsan yang juga Katib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dikutip dari Republika, Kamis (31/10/2024).
Ikhsan menekankan bahwa lebih baik memberantas judi online secara tuntas daripada memungut pajak. Dia memandang bahwa tindakan memungut pajak seolah-olah Kemenkeu mendukung legalisasi judi online.
“Wakil menteri keuangan harus berpikir ulang 10 kali, karena upaya tersebut sangat bertentangan dengan nilai-nilai sosial, keagamaan dan kepentingan masyarakat banyak,” ujar Ikhsan yang juga pendiri Indonesia Halal Watch (IHW).
Ikhsan menjelaskan alasan mengapa judi online harus dihapuskan daripada dilegalkan melalui pajak. Baginya, dampak negatif dari judi online jauh lebih besar daripada manfaat dari pajak yang diperoleh.
Ia mengingatkan bahwa pemerintah dan masyarakat sulit untuk memperbaiki kerusakan besar yang diakibatkan oleh judi online, yang merusak secara luar biasa.
Saat ini, judi online berkembang pesat tanpa pengendalian yang memadai dari negara dan berbahaya karena ilegal. Jika dipungut pajak, pertumbuhannya akan semakin cepat dan sulit untuk dikendalikan.
“Bahkan bisa diprediksi kehancuran moral dan nilai-nilai sosial akan lebih cepat terjadi dan negara tidak akan dapat untuk mengatasinya,” ujar dia.
Ikhsan mengatakan, seharusnya wakil menteri keuangan lebih kreatif untuk menggali sumber dana untuk menambah pemasukan negara, tidak hanya mengandalkan pungutan pajak dari masyarakat yang saat ini sudah sangat berat, apalagi dari judi online.
Ia menyarankan, pertama, pemerintah harus mampu menciptakan sumber-sumber pendapatan masyarakat, menguatkan perekonomian masyarakat agar penerimaan negara dari sektor pajak dapat dicapai.
Kedua penikmat fasilitas keringanan pajak (tax allowance) yang selama ini dinikmati oleh para pengusaha besar segera diakhiri dan mereka bisa dipersamakan dengan pembayar pajak seperti rakyat biasa.
Sehingga perlakuan equal atau keadilan yang dilakukan oleh negara kepada rakyatnya terjadi sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi.
“Jangan sampai terjadi satu anggapan yang saat ini tercipta di masyarakat yaitu bahwa pengusaha besar membayar pajak lebih kecil ketimbang rakyat biasa. Sehingga rakyat yang jumlahnya besar merasa ada perlakuan yang tidak adil, sehingga menurunkan kesadaran rakyat untuk membayar pajak,” ujar Ikhsan.
Dia menegaskan perlunya Kemenkeu menemukan sumber pendapatan lain sesuai amanat konstitusi, seperti optimalisasi sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat. Pajak tidak boleh menjadi satu-satunya sumber pendapatan.
Bumi, air, hutan, laut, udara, dan kekayaan alam lainnya harus dikelola secara efisien untuk menyumbang pada keuangan negara.
Kemenkeu tidak boleh terpaku hanya pada pemungutan pajak dalam mencari sumber dana, termasuk pemikiran untuk memajaki judi online dan gim online.
“Jika ini yang terjadi, ibarat pepatah membasmi tikus dengan membakar lumbung, lebih besar mudharatnya daripada manfaatnya,” ujarnya.
Pernyataan tersebut merupakan respons Ikhsan terhadap komentar Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, yang mengungkapkan potensi peningkatan pendapatan negara dari ekonomi bawah tanah.
Anggito menyoroti banyaknya orang Indonesia yang melakukan taruhan sepak bola di luar negeri. Menurutnya, kemenangan dari taruhan semestinya dikenakan Pajak Penghasilan (PPH), namun seringkali tidak dilaporkan sebagai penghasilan dari judi.
“Dia melakukan online betting itu. Sudah enggak kena denda, dianggap tidak haram, enggak bayar pajak lagi. Padahal, dia menang itu. Itu teman-teman di pajak mesti pintar-pintar untuk mencari tambahan sebuah income yang berasal dari underground economy,” kata Anggito.
Sama halnya dengan gim online, menurut Anggito, kemenangan dalam permainan tersebut seharusnya juga menjadi subjek pajak namun hingga saat ini belum terjadi.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan