PM Israel Benjamin Netanyahu Bakal Ditangkap, AS Ketar-Ketir
RAKYAT NEWS, JAKARTA – Keputusan mengejutkan telah diambil oleh Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC).
ICC secara resmi telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu terkait perannya dalam konflik di Gaza, Palestina. Netanyahu dituduh melakukan “kejahatan perang” dan “kejahatan kemanusiaan”.
Surat penangkapan juga dikeluarkan untuk mantan menteri pertahanan Israel, Yoav Gallant, dan Kepala Militer Hamas Mohammed Deif.
Bagaimana respons dari Netanyahu, pihak Israel, dan Amerika Serikat (AS) sebagai sekutu dekatnya?
Netanyahu menyebut keputusan ICC sebagai “hari kelam bagi bangsa-bangsa”. Ia menegaskan bahwa surat perintah penangkapan tersebut tidak akan menghentikan langkah Israel.
“Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, yang didirikan untuk melindungi kemanusiaan, kini telah menjadi musuh kemanusiaan,” katanya, seraya menambahkan bahwa tuduhan itu sama sekali tidak berdasar, dikutip AFP, Jumat (22/11/2024).
“Tidak ada keputusan anti-Israel yang keterlaluan yang akan mencegah kami- dan itu tidak akan mencegah saya untuk terus membela negara kami dengan segala cara,” ujar Netanyahu dalam sebuah pernyataan video.
“Kami tidak akan menyerah pada tekanan,” sumpahnya.
Konflik antara Israel dan Gaza dimulai pada Oktober 2023 setelah serangan Hamas yang menewaskan 1.206 orang, menurut klaim Tel Aviv. Hamas membalas serangan sebagai respons atas penindasan di Palestina dan serangan terhadap Masjid Al-Aqsa pada awal 2023.
Perang antara Israel dan Gaza telah menyebabkan kematian 44.056 orang di wilayah tersebut, mayoritas adalah warga sipil menurut data dari kementerian kesehatan wilayah yang dikuasai Hamas yang diakui oleh PBB.
Berbagai badan PBB telah memperingatkan tentang krisis kemanusiaan yang parah di Gaza, termasuk potensi terjadinya kelaparan akibat kekurangan makanan dan obat-obatan.
“Kejahatan fiktif,” ujar Netanyahu lagi membela diri.
“Kejahatan perang yang sebenarnya, kejahatan perang yang mengerikan yang dilakukan terhadap kami dan terhadap banyak orang lain di seluruh dunia,” klaimnya.
Netanyahu juga menyamakan keputusan ICC dengan “pengadilan Dreyfus era modern”, merujuk pada kasus kontroversial abad ke-19 di mana seorang tentara Yahudi Prancis dituduh secara tidak adil atas pengkhianatan.
“Menolak dengan jijik tindakan dan tuduhan yang tidak masuk akal dan salah yang dibuat terhadapnya,” sesumbarnya lagi.
“Para hakim didorong oleh kebencian anti-Semit terhadap Israel,” tudingnya.
Di dalam Israel, Presiden Israel Isaac Herzog menyebut keputusan ini sebagai “hari kelam untuk keadilan”. Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, menyatakan bahwa ICC telah kehilangan legitimasinya.
Sementara itu, pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, mengkritik surat perintah penangkapan itu dan menuduh pengadilan memberikan “penghargaan kepada terorisme”.
Yoav Gallant, mantan menteri pertahanan, menyebut upaya penangkapan tersebut sebagai preseden berbahaya. Ia menegaskan bahwa Israel dan Hamas tidak bisa ditempatkan pada barisan yang sama.
“Keputusan pengadilan di Den Haag akan diingat selamanya — menempatkan Negara Israel dan para pemimpin Hamas yang kejam di baris yang sama,” tulisnya di X.
“Keputusan tersebut merupakan preseden berbahaya terhadap hak untuk membela diri dan perang etis serta mendorong terorisme yang mematikan,” ujarnya.
Meskipun demikian, beberapa kelompok hak asasi manusia di Israel mendukung keputusan ini.
Tinggalkan Balasan