RAKYAT NEWS, JAKARTA – Program pembangunan 3 juta rumah per tahun yang diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto mendapat respons positif dan negatif.

Asosiasi pengembang properti yang diwakili oleh Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Joko Suranto, merasa kebijakan ini memunculkan kebingungan dalam industri properti.

Joko Suranto mengatakan bahwa kebijakan tersebut telah menciptakan pemahaman yang salah di kalangan masyarakat.

Banyak calon pembeli dan masyarakat beranggapan bahwa pemerintah akan memberikan rumah secara cuma-cuma, sehingga mereka membatalkan rencana pembelian rumah.

“Rumah gratis itu membingungkan pengembang. Banyak calon konsumen membatalkan booking setelah omongan rumah gratis itu, dari 10 booking ada 1 sampai 3 yang dibatalkan,” kata Joko Suranto, dikutip Sabtu (23/11/2024).

Ia juga menyampaikan bahwa tingginya pembatalan pemesanan rumah berpotensi melambatkan perkembangan sektor properti.

“Ketika disampaikan ini rumah gratis, maka kami-kami ini (pengembang) akan bubar. Efeknya besar karena orang akan tidak jadi beli (atau) menunda beli karena dengar (ada) rumah gratis,” lanjutnya.

Menanggapi keresahan tersebut, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Maruarar Sirait (Ara) menegaskan bahwa program ini tidak dimaksudkan untuk memberikan rumah secara gratis sepenuhnya, melainkan untuk mengurangi beban masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

“Saya rasa kebijakan ini sangat pro rakyat. Yang kita bangun adalah rumah rakyat. Dengan kebijakan ini, rakyat kecil yang bahkan tidak pernah bermimpi punya rumah, sekarang punya harapan,” kata Ara, di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jakarta, Senin (25/11/2024).

Ara menekankan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan berbagai instansi untuk mengoptimalkan program ini, termasuk dalam memanfaatkan tanah hasil sitaan dari kasus korupsi untuk pembangunan perumahan rakyat.

“Kami juga sudah panjang berdiskusi dengan Kejaksaan Agung. Beliau sudah menyiapkan ribuan hektare tanah dari koruptor untuk bisa dibangun untuk rakyat. Nanti kita juga sudah koordinasi dengan Menteri Keuangan, dengan Wamenkeu, dengan Dirjen Kekayaan Negara, bagaimana tanah-tanah koruptor di Indonesia itu harapan kami berkontribusi terhadap rumah murah bagi rakyat,” ucapnya.

Meskipun demikian, Ara menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan menghapus skema pendanaan yang telah berjalan, seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

“Program FLPP tetap kita dukung karena bagus, kredit macetnya rendah, bank-nya juga oke. Ini justru kita besarkan, tentu dengan dukungan dari Kementerian Keuangan dan perbankan,” lanjut dia.

Ia menilai bahwa program 3 juta rumah per tahun ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memudahkan masyarakat memiliki hunian yang layak.

Ara berharap bahwa semua pihak, termasuk pengembang, dapat mendukung dan merasa senang dengan adanya kebijakan ini.

“Saya rasa semuanya happy dengan kebijakan ini. Agak lucu kalau ada orang Indonesia yang nggak senang dengan kebijakan ini,” tukasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian juga menyoroti manfaat besar yang akan dihasilkan dari kebijakan ini.

Ia menyampaikan bahwa penghapusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) mampu mengurangi harga rumah hingga Rp10,5 juta per unit rumah berukuran 36 m2.

Nilai tersebut diperoleh dari estimasi yang dilakukan oleh tim teknis Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Tito memberikan contoh perhitungan untuk rumah berukuran 36 m2, dimana penghapusan BPHTB akan mengurangi biaya sebesar Rp6.250.000. Sementara itu, dengan penghapusan PBG, biaya tersebut akan turun kembali sebesar Rp4.320.000.

“Kan bisa dibayangkan ya, hitungan dari tim tenis kita, itu lebih kurang tadi Rp10 juta lebih ya. Rp10 juta per rumah yang tipe 36 m2. Bayangkan kalau seandainya dibangun 3 juta rumah, berarti itu bisa mengurangi harga sebanyak lebih kurang Rp30 triliun. Hanya dari 2 kebijakan aja,” ucap Tito.

Meskipun mendapat kritik dari pihak pengembang dan pelaku usaha properti, pemerintah tetap yakin bahwa program ini akan memberikan dampak positif yang signifikan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang membutuhkan hunian layak.