PALESTINA, RAKYAT NEWS – Penelitian Amnesty International telah menemukan bukti yang kuat untuk menyimpulkan bahwa Israel telah, masih, dan sedang terus melakukan kejahatan genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza, kata organisasi tersebut dalam laporan terbaru yang diterbitkan hari ini.

Laporan yang berjudul “You Feel Like You Are Subhuman’: Israel’s Genocide Against Palestinians in Gaza” mendokumentasikan bagaimana Israel, pasca serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, melakukan pembalasan yang kejam secara berkelanjutan terhadap warga Palestina di Gaza dengan impunitas total. “Laporan Amnesty International menemukan bahwa Israel melakukan tindakan yang dilarang dalam Konvensi Genosida dan Statuta Roma tentang International Criminal Court dengan niat khusus untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza. Kejahatan Israel tersebut meliputi pembunuhan, serangan fisik serta mental dan secara sengaja menciptakan kondisi kehidupan warga Palestina di Gaza yang dibuat dengan tujuan menghancurkan mereka secara fisik.

Berbulan-bulan Israel memperlakukan warga Palestina di Gaza sebagai manusia kelas dua yang tidak layak memiliki martabat dan hak asasi manusia dengan tujuan menghancurkan mereka secara fisik,” kata Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnès Callamard.

“Temuan ini harus menjadi peringatan bagi komunitas internasional bahwa ini jelas kejahatan genosida. Ini harus segera dihentikan.

Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Amnesty International Indonesia yang pernah memimpin Misi Pencari Fakta untuk Myanmar, Marzuki Darusman, menegaskan, “Situasinya sudah sangat jelas: Israel telah dan masih melakukan genosida. Tidak ada lagi alasan untuk membiarkan kejahatan ini terus berlangsung terhadap masyarakat Palestina di Gaza.

Negara-negara penandatangan Konvensi Genosida memiliki tanggung jawab untuk segera melindungi masyarakat Palestina di Gaza dari kekejian Israel. Negara-negara yang belum menandatangani konvensi, seperti Indonesia, pun tetap memiliki tanggung jawab moral untuk mendorong penghentian genosida, termasuk dengan mendesak negara-negara menghentikan penjualan serta pengiriman senjata ke Israel.”

“Genosida terhadap warga Palestina di Gaza adalah tantangan sejarah atas komitmen dunia untuk mengakhiri kekejian. Bagaimana dunia, termasuk Indonesia, menjawab tantangan ini akan dicatat sebagai posisi kita saat dihadapkan dengan genosida yang dilakukan secara gamblang: apa kita mengerahkan semua daya dan upaya untuk menghentikannya atau malah berpasrah diri?”

“Indonesia dapat memperkuat rezim perlindungan terhadap genosida maupun kekejaman lainnya dengan menandatangani konvensi-konvensi kunci, seperti Konvensi Genosida 1948, Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967, Konvensi Apartheid 1973, serta Statuta Roma 1998. Indonesia harus menjadi bagian dari negara-negara yang berkomitmen never again, dan menjalankan komitmen tersebut,” lanjut Marzuki.

Agnes Callamard menambahkan, “Negara-negara yang saat ini masih terus mengirimkan senjata ke Israel harus menyadari bahwa mereka telah melanggar kewajiban mereka untuk mencegah genosida dan beresiko terlibat dalam genosida. Negara-negara yang mempunyai pengaruh terhadap Israel, khususnya pemasok senjata utama Israel seperti Amerika Serikat, Jerman dan juga anggota Uni Eropa lainnya, serta Inggris dan negara-negara lainnya harus bertindak sekarang untuk menghentikan kejahatan Israel terhadap warga Palestina di Gaza dengan segara.”

Selama dua bulan terakhir, krisis ini semakin akut di wilayah Gaza Utara di mana warga yang terkepung disana menghadapi kelaparan, terlantar dan penghancuran di tengah pemboman tiada henti dan pembatasan bantuan kemanusiaan yang mengancam jiwa.

“Penelitian kami mengungkapkan bahwa selama berbulan-bulan, Israel terus melakukan kejahatan genosida dengan kesadaran penuh bahwa tindakannya tersebut mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki (irreparable harm) terhadap warga Palestina di Gaza. Hal ini terus dilakukan oleh Israel meskipun telah banyak peringatan-peringatan mengenai bencana kemanusiaan di Gaza dan juga atas adanya putusan yang secara hukum mengikat dari International Court of Justice (ICJ) yang memerintahkan Israel untuk segera membuka penyaluran bantuan kemanusiaan untuk warga di Gaza.

“Israel telah berulang kali menyatakan bahwa tindakan mereka di Gaza adalah sah karena tujuan militernya adalah menghancurkan Hamas. Tapi niat genosida bisa terjadi bersamaan dengan tujuan militer tersebut dan tidak harus menjadi satu-satunya tujuan Israel.”

Amnesty International mengkaji tindakan Israel di Gaza secara cermat dan menyeluruh dengan mempertimbangkan kejadian yang berulang dan terjadi secara bersamaan serta dampak langsung dan serta dampak kumulatif dan yang saling memperkuat. Amnesty International juga mempertimbangkan skala dan tingkat keparahan dari korban dan tindakan penghancuran yang terus terjadi. Kami juga menganalisis komentar-komentar publik oleh pejabat-pejabat Israel dan menemukan bahwa tindakan terlarang seringkali diserukan atau diperintahkan pertama-tama oleh pejabat tinggi yang menangani perang di Gaza.

Dengan mempertimbangkan konteks perampasan, apartheid dan pendudukan militer ilegal yang menjadi dasar dari tindakan Israel di Jalur Gaza, kami hanya menemukan satu kesimpulan masuk akal: tujuan Israel adalah menghancurkan warga Palestina di Gaza secara fisik baik itu secara paralel dengan, maupun sebagai sarana untuk, mencapai tujuan militernya menghancurkan Hamas,” kata Agnès Callamard.

“Serangan kejam Hamas dan beberapa kelompok bersenjata pada 7 Oktober 2023 lalu terhadap warga Israel dan korban dari sejumlah negara, termasuk pembunuhan massal yang disengaja dan penyanderaan, tidak akan pernah bisa menjustifikasi kejahatan genosida oleh Israel terhadap warga Palestina di Gaza.”

Yurisprudensi internasional mengakui bahwa untuk menetapkan suatu kejahatan sebagai genosida, pelaku genosida tidak perlu berhasil dalam usahanya memusnahkan kelompok yang dilindungi tersebut baik secara keseluruhan atau sebagian. Perintah untuk melakukan tindakan yang dilarang dengan niat untuk menghancurkan suatu kelompok sudah cukup menjadi dasar penyebutan genosida.

Laporan Amnesty International menganalisis secara detail pelanggaran yang dilakukan oleh Israel di Gaza selama periode sembilan bulan dari 7 Oktober 2023 hingga awal Juli 2024. Organisasi tersebut mewawancarai 212 orang termasuk warga Palestina yang menjadi korban, saksi-saksi, pejabat setempat di Gaza, petugas medis dan melakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data dan menganalisis banyak data visual dan fakta digital termasuk citra satelit. Amnesty International juga menganalisis pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh pejabat senior Israel di pemerintahan maupun di militer serta lembaga-lembaga negara Israel lainnya. Dalam beberapa kesempatan kami juga membagikan temuan kami kepada pemerintah Israel namun kami tidak menerima tanggapan substantif hingga laporan ini dipublikasikan.

*Skala Kejahatan Yang Besar dan Belum Pernah Terjadi Sebelumnya*

Serangan balasan Israel pasca tindakan brutal Hamas pada 7 Oktober 2023 telah membawa Gaza ke ambang kehancuran. Serangan militer Israel telah membunuh lebih dari 42,000 warga Palestina termasuk 13,300 anak kecil dan melukai lebih dari 97,000 lainnya per 7 Oktober 2024. Banyak dari serangan tersebut dilakukan secara langsung maupun membabi buta, serta sering memusnahkan berbagai generasi dalam satu keluarga.

Serangan militer Israel mengakibatkan kerusakan dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang para ahli gambarkan terjadi dalam tingkat dan kecepatan yang belum pernah terjadi pada konflik lainya di abad ke 21. Kota-kota menjadi rata dengan tanah dan infrastruktur penting menjadi hancur bersamaan dengan lahan pertanian dan situs-situs keagamaan. Hal ini membuat hampir seluruh wilayah Gaza menjadi wilayah yang tak bisa dihuni.

Mohammed, yang melarikan diri bersama keluarganya dari Gaza ke Rafah pada Maret 2024 dan terpaksa melarikan diri lagi pada Mei 2024, menggambarkan upaya dia dan keluarganya untuk bertahan di tengah kondisi yang mengerikan di Gaza: “Disini di Deir al-Balah seperti kiamat. Kamu harus melindungi anak-anakmu dari serangga, panas dan tidak terdapat air bersih beserta toilet. Ini semua terjadi saat bom-bom terus berjatuhan tanpa henti. Kamu akan merasa seperti bukan manusia.” Israel telah membuat kondisi kehidupan di Gaza menjadi mengerikan dengan menggabungkan malnutrisi, kelaparan dan penyakit yang membuat warga Palestina pelan-pelan menuju kematian secara terukur. Israel juga menahan ratusan warga Palestina dari Gaza secara incommunicado dan menggunakan taktik brutal lainnya seperti penyiksaan.

Dilihat secara terpisah, tindakan-tindakan Israel lainnya yang diinvestigasi oleh Amnesty International masuk dalam kategori pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia internasional. Namun jika kita melihatnya dalam kerangka besar invasi militer dan dampak kumulatif dari kebijakan dan tindakan Israel tersebut, satu-satunya kesimpulan yang masuk akal adalah adanya niat genosida.

*Niat untuk menghancurkan*

Untuk memastikan adanya niat khusus Israel menghancurkan warga Palestina di Gaza secara fisik Amnesty International menganalisis pola keseluruhan dari tindakan Israel di Gaza, menelaah pernyataan yang tidak manusiawi dan bersifat genosida oleh pemerintah serta pejabat-pejabat tinggi militer Israel dan mempertimbangkan konteks sistem apharteid di Israel, beserta pemblokiran jalur Gaza dan pendudukan militer illegal di wilayah Palestina selama 57 tahun terakhir.

Sebelum mengambil kesimpulan, Amnesty International menganalisis beberapa klaim yang dibuat oleh Israel termasuk klaim bahwa tindakan militernya di Gaza secara sah bertujuan memberantas Hamas dan kelompok bersenjata lainnya. Israel juga mengklaim bahwa penghancuran Gaza dalam skala yang belum pernah ada maupun pemblokiran bantuan kemanusiaan adalah akibat dari tindakan melanggar hukum Hamas dan kelompok bersenjata lainnya karena Israel berusaha untuk mengejar pejuang Hamas yang menyamar di tengah masyarakat dan mengalihkan bantuan. Amnesty Internasional berkesimpulan bahwa klaim-klaim tersebut tidak kredibel. Kehadiran anggota Hamas di tengah-tengah atau dekat dengan wilayah padat masyarakat tidak menghilangkan kewajiban Israel untuk melindungi warga sipil dan menghindari serangan yang membabi buta. Penelitian Amnesty International menemukan bahwa Israel berkali-kali gagal melakukan tanggungjawab tersebut dan malah bahkan terlibat melakukan kejahatan yang dilarang dalam hukum internasional. Kami juga tidak menemukan bukti bahwa pengalihan bantuan kemanusiaan dapat membenarkan tindakan Israel yang melarang aliran bantuan kemanusiaan yang penting untuk menyelamatkan nyawa banyak orang di Gaza.

Dalam analisisnya, Amnesty International juga mempertimbangkan argumen-argumen alternatif, seperti argumen bahwa Israel telah bertindak serampangan dan mereka hanya ingin menghancurkan Hamas tanpa peduli jika mereka harus menghancurkan Palestina dalam upaya tersebut. Hal ini menunjukkan pengabaian terhadap nyawa warga Palestina dan bukan niat melakukan genosida.

Namun terlepas apakah Israel melihat penghancuran warga Palestina sebagai alat untuk menghancurkan Hamas atau sebagai efek samping yang tak terhindarkan dalam upaya mencapai tujuan tersebut, pandangan bahwa warga Palestina dapat disingkirkan dan tidak layak untuk dipertimbangkan keberadaannya dengan sendirinya merupakan bukti adanya niat genosida.

Banyak dari tindakan melanggar hukum yang didokumentasikan oleh Amnesty International didahului oleh dorongan dari pejabat Israel untuk melakukannya. Amnesty International meninjau 102 pernyataan yang dikeluarkan oleh pemerintah Israel dan pejabat militernya antara 7 Oktober 2023 dan 30 Juni 2024 yang menghilangkan kemanusiaan warga Palestina, mengajak untuk melakukan atau menjustifikasi tindakan-tindakan genosida maupun kejahatan lainnya terhadap warga Palestina.

Amnesty mengidentifikasi 22 pernyataan dari pejabat yang mengatur serangan militer Israel yang secara nyata meminta maupun menjustifikasi tindakan genosida. Hal ini menjadi bukti langsung niat genosida. Bahasa yang digunakan juga sering diujarkan kembali termasuk oleh tentara Israel di lapangan seperti yang nampak pada konten audiovisual yang diverifikasi oleh Amnesty International yang memperlihatkan bagaimana tantara Israel menyerukan tindakan untuk “menghapuskan” Gaza atau menjadikannya tidak layak dihuni dalam melakukan selebrasi setelah melakukan penghancuran rumah, masjid, sekolah dan universitas.

*Membunuh dan Mengakibatkan Kerusakan Serius Fisik dan Mental*

Amnesty International mendokumentasikan adanya tindakan genosida yang membunuh dan mengakibatkan kerusakan fisik dan mental yang serius terhadap warga Palestina di Gaza dalam tinjauannya terhadap 15 serangan udara Israel antara 7 Oktober 2023 dan 20 April 2024 yang menewaskan 334 warga sipil termasuk 141 anak-anak dan melukai ratusan lainnya. Amnesty International tidak menemukan bukti bahwa serangan tersebut ditujukan untuk menyerang target militer.

Dalam salah satu kasus, pada tanggal 20 April 2024 seragan udara Israel menghancurkan rumah keluarga Abdelal di Al-Jneinah bagian timur Rafah yang membunuh tiga generasi warga Palestina termasuk 16 anak-anak pada saat mereka sedang tidur. Meskipun ini hanya mewakili sebagian kecil dari serangan udara Israel, hal ini menunjukkan pola lebih luas yaitu serangan langsung yang berulang-ulang terhadap warga sipil dan objek sipil atau serangan yang sengaja dilakukan tanpa pandang bulu. Serangan-serangan tersebut juga dilakukan dengan cara yang dirancang untuk menimbulkan banyak korban jiwa dan cedera di kalangan penduduk sipil.

*Menciptakan kondisi kehidupan yang bertujuan menimbulkan kehancuran fisik*

Laporan Amnesty International ini mendokumentasikan bagaimana Israel secara sengaja menciptakan kondisi kehidupan bagi warga Palestina di Gaza yang bertujuan untuk menggiring mereka ke kehancuran. Kondisi-kondisi ini terjadi melalui tiga pola yang terjadi secara bersamaan dan berulang kali sehingga memperparah dampak buruk yang ditimbulkan satu sama lain: kerusakan dan kehancuran infrastruktur pendukung kehidupan dan objek-objek lain yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup penduduk sipil; penggunaan perintah “evakuasi” massal yang berulang-ulang, sewenang-wenang, dan membingungkan untuk memaksa hampir seluruh penduduk Gaza mengungsi; dan penolakan serta hambatan terhadap pengiriman layanan kunci, bantuan kemanusiaan, dan pasokan suplai-suplai lainnya ke dalam dan di dalam Gaza.

Sesudah 7 Oktober 2023, Israel telah memblokade total Gaza dengan memutus aliran listrik, air dan bahan bakar. Pada periode sembilan bulan yang ditinjau dalam laporan ini Israel terus melakukan blokade yang mencekik dan melanggar hukum serta mengontrol ketat akses terhadap sumber-sumber energi dan gagal memberikan akses terhadap bantuan kemanusiaan di dalam Gaza serta menghambat impor dan penyaluran bantuan kemanusiaan khususnya ke wilayah bagian utara Wadi Gaza. Hal ini memperburuk kondisi krisis kemanusiaan yang sudah terlanjur parah di Gaza. Hal ini, ditambah dengan kerusakan berat pada perumahan, rumah sakit, fasilitas air dan sanitasi serta lahan pertanian di Gaza, dan pengungsian paksa secara massal, menyebabkan tingkat kelaparan yang sangat besar dan menyebabkan penyebaran penyakit pada tingkat yang mengkhawatirkan. Dampaknya sangat buruk terhadap anak-anak kecil dan wanita hamil atau menyusui, dengan proyeksi adanya konsekuensi jangka panjang terhadap kesehatan mereka.

Israel memiliki banyak kesempatan untuk memperbaiki situasi kemanusiaan di Gaza, namun selama lebih dari satu tahun Israel berulang kali menolak mengambil langkah-langkah konkrit untuk melakukan hal tersebut, seperti membuka jalur akses yang memadai ke Gaza atau mencabut pembatasan ketat terhadap apa saja yang ada di Gaza atau bisa memasuki Jalur Gaza atau menghalangi pengiriman bantuan di Gaza sementara situasinya kian memburuk.

Melalui perintah “evakuasi” berulang kali, Israel mengusir hampir 1,9 juta warga Palestina – 90% dari populasi Gaza – mengungsi ke wilayah yang semakin menyusut dan tidak aman dalam kondisi yang tidak manusiawi, bahkan ada yang harus mengungsi sebanyak 10 kali. Berbagai gelombang pengungsian paksa ini menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan dan mengalami trauma yang mendalam, terutama karena sekitar 70% penduduk Gaza adalah pengungsi atau keturunan pengungsi yang kota dan desanya dibersihkan secara etnis oleh Israel selama Nakba tahun 1948.

Meskipun kondisi Gaza berubah dengan cepat menjadi tempat yang tidak layak huni bagi kehidupan manusia, pihak berwenang Israel menolak untuk mempertimbangkan mengambil langkah-langkah yang akan melindungi warga sipil yang kehilangan tempat tinggal dan memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan mereka disengaja. Mereka menolak mengizinkan para pengungsi untuk kembali ke rumah mereka di Gaza utara atau pindah sementara ke wilayah lain di Wilayah Pendudukan Palestina atau Israel, dan terus menolak hak banyak warga Palestina untuk kembali berdasarkan hukum internasional ke daerah tempat mereka terusir pada tahun 1948. Hal ini dilakukan karena mereka mengetahui bahwa tidak ada tempat yang aman bagi warga Palestina di Gaza untuk melarikan diri.

*Akuntabilitas untuk genosida*

“Kegagalan komunitas internasional yang seismik dan memalukan selama lebih dari setahun dalam menekan Israel untuk mengakhiri kekejamannya di Gaza, dengan terlebih dahulu menunda seruan gencatan senjata dan kemudian melanjutkan transfer senjata, telah dan akan tetap menjadi noda pada kesadaran kolektif kita,” kata Agnès Callamard.

“Negara-negara harus berhenti berpura-pura tidak berdaya untuk mengakhiri genosida ini, yang terjadi karena impunitas selama beberapa dekade atas pelanggaran hukum internasional yang dilakukan Israel. Negara-negara perlu bergerak lebih dari sekedar ekspresi penyesalan atau kekecewaan dan mengambil tindakan internasional yang kuat dan berkelanjutan, betapapun tidak menyenangkannya temuan genosida bagi beberapa sekutu Israel.

“Surat perintah penangkapan yang dikeluarkan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dikeluarkan bulan lalu menawarkan harapan nyata akan keadilan yang telah lama tertunda bagi para korban. Negara-negara harus menunjukkan rasa hormat mereka terhadap keputusan pengadilan dan prinsip-prinsip hukum internasional universal dengan menangkap dan menyerahkan orang-orang yang diinginkan oleh ICC.

“Kami menyerukan kepada Kantor Kejaksaan International Criminal Court (ICC) untuk segera mempertimbangkan penambahan genosida ke dalam daftar kejahatan yang sedang diselidiki dan agar semua negara menggunakan setiap jalur hukum untuk membawa para pelaku ke pengadilan. Tidak seorang pun boleh dibiarkan melakukan genosida dan tidak dihukum.”

Amnesty International juga menyerukan agar semua sandera sipil dibebaskan tanpa syarat dan Hamas serta kelompok bersenjata Palestina lainnya yang bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan pada tanggal 7 Oktober harus dimintai pertanggungjawaban. Kami juga menyerukan Dewan Keamanan PBB untuk menjatuhkan sanksi yang ditargetkan terhadap pejabat Israel dan Hamas yang paling terlibat dalam kejahatan berdasarkan hukum internasional.

*Latar Belakang*

Pada tanggal 7 Oktober 2023 Hamas dan kelompok bersenjata lainnya tanpa pandang bulu menembakkan roket ke wilayah selatan Israel dan melakukan pembunuhan massal dan penyanderaan, menewaskan 1.200 orang, termasuk lebih dari 800 warga sipil, dan menyandera 223 warga sipil serta menangkap 27 tentara. Kejahatan yang dilakukan oleh Hamas dan kelompok bersenjata lainnya selama serangan ini akan menjadi fokus laporan Amnesty International yang akan datang.

Sejak Oktober 2023, Amnesty International telah melakukan investigasi mendalam terhadap berbagai pelanggaran dan kejahatan berdasarkan hukum internasional yang dilakukan oleh pasukan Israel, termasuk serangan langsung terhadap warga sipil dan objek sipil dan serangan tanpa pandang bulu yang disengaja yang menewaskan ratusan warga sipil, serta serangan melanggar hukum lainnya terhadap warga sipil. dan hukuman kolektif terhadap penduduk sipil. Amnesty International telah meminta ICC untuk mempercepat penyelidikannya terhadap situasi di Palestina dan terus mengkampanyekan gencatan senjata dengan segera.(Uki Ruknuddin)

YouTube player