BPOM Musnahkan Barang Bukti Temuan Obat-Obat Tertentu dan Bahan Alam Ilegal Bernilai Ratusan Miliar Rupiah
RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Kepala BPOM, Taruna Ikrar memimpin pemusnahan barang bukti hasil operasi penertiban produsen obat-obat ilegal di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Semarang, Jumat (13/12/2024).
Produk yang dimusnahkan merupakan hasil operasi penertiban oleh PPNS Balai Besar POM di Semarang terhadap produksi dan distribusi ilegal obat keras golongan tertentu yang sering disalahgunakan.
Pada 25 Maret 2024, BPOM bersama BIN dan BAIS melakukan operasi penertiban di 3 lokasi di Kawasan Industri Candi Semarang.
Barang bukti yang ditemukan meliputi produk jadi sebanyak lebih dari 1 miliar tablet, bahan baku, kemasan, alat produksi, dan alat transportasi dengan total nilai mencapai Rp317 miliar.
Uji laboratorium terhadap produk jadi dan bahan baku menunjukkan kandungan OOT seperti trihexyphenidyl, tramadol, dan dekstrometorfan, yang sering disalahgunakan di masyarakat.
Operasi penertiban juga dilakukan di Bandung terhadap produksi ilegal obat disalahgunakan serta obat bahan alam ilegal. Temuan meliputi produk sediaan farmasi ilegal dan kemasan dengan estimasi nilai sebesar Rp81 miliar.
Di lokasi lain, Balai Besar POM di Bandung mengungkap produksi ilegal obat bahan alam dengan nilai sekitar Rp1,066 miliar.
Produk ilegal yang disita merupakan produk tanpa izin edar dan mengandung bahan kimia obat dengan merek Laba-Laba dan Cobra-X.
“Temuan-temuan ini merupakan hasil pengembangan yang dilakukan oleh BPOM berkolaborasi dengan Kepolisian, BIN, dan BAIS atas informasi yang kami terima bahwa ada aktivitas produksi dan peredaran produk OOT yang sering disalahgunakan dan OBA ilegal di Semarang dan Bandung,” urai Taruna Ikrar dalam penjelasannya kepada pers.
“Hasilnya adalah temuan berbagai macam barang bukti di Semarang dengan total nilai ekonomi mencapai Rp317 miliar. Kemudian untuk temuan di Bandung, nilai ekonomi temuan barang bukti OOT yang disalahgunakan mencapai Rp81 miliar, sementara temuan barang bukti OBA ilegal ditaksir lebih dari Rp1 miliar,” lanjutnya.
Upaya penanganan OOT ilegal saat ini menjadi salah satu fokus BPOM. Hal ini mengingat bahaya dari penggunaan OOT ilegal yang dapat menimbulkan ketergantungan atau kecanduan bagi pemakai dan dapat menjadi pemicu tindak kejahatan lain di luar kejahatan obat dan makanan. Dalam jangka panjang, penyalahgunaan OOT juga dapat mengakibatkan kerusakan hati, jantung koroner, dan gagal ginjal yang berujung membahayakan nyawa penggunanya.
Demikian pula dengan konsumsi OBA TIE dan/atau mengandung BKO yang tidak sesuai peraturan persyaratan teknis obat bahan alam sangat berisiko bagi kesehatan hingga dapat mengakibatkan gagal ginjal, kerusakan hati, dan gangguan kesehatan lainnya.
Hasil temuan operasi penertiban di Semarang, barang bukti saat ini berada di Rupbasan Kelas I Semarang yang juga menjadi lokasi dilakukannya pemusnahan secara simbolis oleh Kepala BPOM.
Pemusnahan barang bukti selanjutnya dilakukan oleh Balai Besar POM di Semarang bekerja sama dengan PT Global Enviro Nusa Semarang, yang merupakan perusahaan pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Terhadap barang bukti temuan operasi penertiban OOT ilegal di Bekasi juga akan dilakukan pemusnahan yang bekerja sama dengan perusahaan pengelola limbah B3 PT Jasa Medivest.
Temuan hasil penertiban OOT ilegal saat ini masih dalam proses penyidikan oleh PPNS BPOM. Pelaku pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 435 dan Pasal 436 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan bahwa setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan khasiat/kemanfaatan dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (2) dan ayat (3) dikenakan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar.
Dalam hal terdapat praktik kefarmasian yang terkait dengan sediaan farmasi berupa obat keras, maka akan dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Sementara untuk tindak lanjut hasil pengungkapan produksi dan peredaran OBA ilegal dan/atau mengandung BKO di Jawa Barat, saat ini masih dalam proses penyidikan dan penetapan tersangka.
Proses projustitia dilakukan berdasarkan Pasal 435 dan Pasal 138 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pelaku pelanggaran dapat dikenakan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar.
BPOM terus berupaya memperkuat pengawasan terhadap keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk obat maupun OBA dari tahap produksi sampai beredar untuk melindungi masyarakat dari penggunaan obat dan OBA yang tidak sesuai dengan ketentuan atau penyalahgunaannya.
Untuk itu, selain memperkuat pengawasan, BPOM berkomitmen untuk meningkatkan penindakan bersama dengan pemangku kepentingan lain seperti kepolisian, kejaksaan, badan intelijen, dan kementerian teknis lain sesuai dengan kewenangannya.
Koordinasi dan kerja sama yang kuat ini dilakukan agar produksi dan peredaran OOT ilegal termasuk OBA TIE dan/atau mengandung BKO dapat ditanggulangi. Koordinasi juga dilakukan untuk memperkuat penindakan dan penegakan hukum terhadap kejahatan di bidang obat dan makanan agar menimbulkan efek jera bagi pelakunya.
“BPOM berterima kasih kepada mitra pengawasan dari kementerian, lembaga, badan intelijen, pemerintah daerah, dan penegak hukum atas kerja sama yang sangat baik dalam pencegahan dan penindakan kejahatan di bidang obat dan makanan,” ujar Taruna Ikrar.
BPOM juga kembali mengajak semua pihak untuk dapat ikut aktif berperan serta memutus mata rantai supply dan demand OOT maupun obat bahan alam ilegal dan/atau mengandung bahan yang dilarang.
Pelaku usaha dari tingkat produsen, distributor/agen, dan retailer diharapkan berperan aktif dan menunjukkan komitmen yang konsisten dalam jaminan keamanan, manfaat/khasiat, dan mutu produk obat tradisional yang diproduksi dan diedarkan.
Masyarakat pun diharapkan ikut berperan aktif menjadi konsumen yang cerdas dan berdaya untuk melindungi diri sendiri dan keluarga serta dapat bekerja sama dan bersinergi dengan BPOM dalam menjamin produk obat dan makanan yang aman, bermanfaat, dan bermutu yang beredar di masyarakat.
Tinggalkan Balasan