Makanya, Amran justru berpikir bagaimana membangun suatu usaha yang tidak jauh dari latarbelakang keilmuannya. Dari cerita ini lah kemudian menjadi cikal bakal produk pestisida bernama TIRAN (Tikus Mati Diracun Amran) tercipta.

Amran menceritakan, awal mula formula racun tikus ia ciptakan berangkat dari situasi Indonesia yang kala itu pertaniannya menghadapi serangan hama yang luar biasa. Ia yang ikut merasakan penderitaan para petani lalu berpikir bagaimana harus membantu mereka.

Hal itu bulat ditanamkan Amran dalam dirinya tanpa memikirkan nasib sendiri yang sebenarnya juga sangat menderita.

“Kami waktu itu berpikir bahwa kami harus menemukan sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak. Pertama meneliti pupuk, kami ingin pupuk yang kami mau buat bisa bikin tanaman berbuah tanpa musim setiap hari. Sekarang sudah ada yang temukan, tapi waktu itu mahal biayanya, jadi kami tidak sanggup. Kedua teliti masalah mangga, pupuk kemudian biogas, semua kami tidak bisa lanjutkan karena biayanya mahal,” ungkap Amran.

“Setelahnya baru kami teliti racun tikus selama tiga tahun, karena kami pikir ini yang paling murah, dari masuk sampai selesai kuliah, akhirnya kami sudah dapat formulanya,” sambungnya.

Hal yang menarik, dikatakan Amran, adalah cerita setelah formula racun tikusnya ditemukan. Amran mengaku sudah tidak punya modal untuk melakukan pengembangan.

Alhasil, pestisida tersebut terpaksa harus dijual keliling dengan Rp100 rupiah. Namun sayangnya, dijual keliling dengan berjalan kaki pun ternyata tidak ada yang membeli.

Dari situ, harga lalu diturunkan menjadi Rp50 rupiah. Lagi-lagi, bukannya laku, Amran justru harus rugi karena tenaganya begitu terkuras.

Hampir putus asa, Amran pun memutuskan untuk memberikannya secara gratis. Namun, itu justru membuat takut para petani.