Relawan PMI Adalah Perjalanan Dari Kampus
RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Penggalan kisah sebagai ungkapan khusus dari apa yang ingin saya sampaikan sebagai bagian dari perjalanan aktivitas ikut dalam wadah PMI selama ini.
Sepintas diawali dari bagian kegiatan Bakti Sosial (BAKSOS) pada saat menjalani masa-masa Orientasi Mahasiswa (POSMA) tahun 1977, di Kampus Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN), berlokasi di Cikini, Jakarta Pusat. Adalah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di bidang sains dan teknologi di Indonesia, didirikan pada 5 Desember 1950 oleh Prof. Ir. Roosseno, seorang ahli beton Indonesia.
BAKSOS dalam wujud Donor Darah. keikutsertaan saya untuk pertama kali mendonorkan darah, pada PMI, sebagai satu-satunya lembaga atau organisasi yang dipercayakan sebagai pengelolah darah untuk kebutuhan pasien melalui Rumah Sakit (RS) khusus kebutuhan darurat.
Singkatnya aktivitas sebagai relawan donor darah telah berlangsung sejak 1977, dan aktif hingga saat ini. Alhamdulillah 21 Desember 2024, rekaman donor saya tercatat 194 kali, pada riwayat donor UDD PMI. Allah SWT memberi rahmat-NYA kepada kita untuk membuka jalan beramal melalui donor darah untuk kebutuhan sesama yang membutuhkan sebagai rasa bhakti pada sesama, setetes darah menyelamatkan hidup sesama yang membutuhkan.
Palang Merah tidak saja berurusan dengan persoalan darah yang selama ini sebahagian orang ketahui. Tapi PMI juga menjadi organisasi yang mempunyai berbagai aktivitas kemanusian, seperti halnya penanganan kebencanaan kemanusiaan termasuk konflik perang dan bencana alam lainnya.
Aku bersyukur telah menjadi bagian dari Palang Merah Indonesia (PMI), begitu kalimatku kepada kawan yang lama tak pernah kujumpai. Hari ini kusempatkan waktu merefleksi perjalanan kilas balik catatan pendek, pengalaman beraktivitas sebagai ‘Relawan’ (Volunteer) di organisasi Palang Merah Indonesia (PMI), dengan narasi apa adanya karena keterbatasan dalam merangkai kata dalam penulisan, buah diskusi saya dengan Zulkarnain Hamson ‘pensiunan’ wartawan Harian Ujungpandang Ekspres, yang 20-an tahun lebih tak pernah jumpa. Pertemuan kami terakhir di Sedona Hotel, saat saya masih menjabat Wakil Bupati Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan (Sulsel).
26 Desember 2024, bertepatan ‘Hari Relawan’ telah diperingati sejak 2005, tepatnya setahun setelah musibah bencana alam Tsunami Aceh (Tanah Rencong). Penetapan ‘Hari Relawan’ oleh pemerintah dicanangkan Presiden Republik Indonesia, Dr. Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Relawan atau ‘Volunteer’ bahasa yang tidak asing bagi kami, khususnya para relawan kemanusiaan di PMI. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) di artikan “orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela, tidak karena dipaksa atau diwajibkan.”
Setidak hanya dalam satu tahun ini di 2024, kita merasakan situasi iklim atau cuaca ekstreem, dalam kehidupan sehari-hari yang pertama dibeberapa bulan memasuki 2024. Suhu atau temperatur panas kita rasakan, kadang mencapai klimaks diangka 34-36 derajat celcius.
Panas yang tidak terbiasa kita alami selama ini yang berkepanjangan, sepanjang hari dan bahkan malam hari pun berada pada suhu 27-29 derajat Celcius. Selang beberapa bulan sekitar Oktober cuaca pun berubah memasuki masa penghujan, hingga hari hari ini dengan tingginya curah hujan, berdampak pada banyak daerah khususnya wilayah Sulsel.
Berbagai upaya pemerintah menyampaikan langkah antisipasi iklim, telah dilakukan termasuk jaringan pemberitaan. Informasi cuaca oleh Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika (BMKG) juga institusi pemerintah di daerah dan jajarannya hingga desa dan kelurahan, sebagai lini terdepan. Namun bencana alam memang datangnya tidak secara pasti dapat diketahui, meskipun dapat diprediksi tentunya melalui kemampuan teknologi era kekinian, sehingga antisipasi atau lebih dikenal dengan pencegahan dini.
Menghadapi situasi tentunya selain pengetahuan melalui penerapan ilmu pengetahuaan secara teori juga melalui pendidikan latihan tidak kalah pentingnya adalah pengalaman lapangan yang pernah para relawan terjun langsung pada kondisi situasi tanggap darurat maupun masa pemulihan dan rehabilitasi.
Dari apa yang saya sampaikan di atas kilas balik beberapa peristiwa bencana kemanusian yang sempat saya ikuti, diantaranya operasi kemanusiaan dibeberapa daerah di luar Provinsi Sulsel, sebagai PMI, yakni ‘Tsunami Aceh’ 2004, ‘Gempa Palu’ 2018, ‘Bencana Air Luwu Utara’ 2022, dan masih banyak lagi becana alam dalam skala kecil yang saya ikut ambil bagian. Perbincangan saya dengan Zulkarnain Hamson, seperti perjalanan memanggil memori tentang kepedulian pada sesama, terlebih sebagai wartawan dan kini sebagai dosen di salah satu PTS di Makassar, dirinya juga terlibat aktif dalam banyak peristiwa diantaranya Tsunami Aceh, Gempa Palu dan Bencana Air di Luwu Utara.
Akhir tahun 2024, adalah awal saya mengenangkan perjalanan diri sebagai seorang relawan. Semoga Tahun 2025, Allah SWT memudahkan dunia tempat kita hidup, dengan menjauhkan bencana, bagi diri dan keluarga kita juga umat manusia.
Oleh: Musyafir Arifin Nu’mang
Tinggalkan Balasan