1. Stagnasi produksi pangan – Produksi padi menurun sekitar 1,1 persen pada 2019–2023, sementara produktivitas lahan budidaya ikan hanya 0,6 ton per hektar per tahun.
  2. Ketergantungan tinggi pada impor – Pada 2023, Indonesia mengimpor 3,1 juta ton beras, 52,3 persen kebutuhan daging sapi, 78,6 persen susu, dan 2,8 juta ton garam.
  3. Daerah rawan pangan – Sekitar 16 persen kabupaten/kota masih mengalami kerawanan pangan.
  4. Alih fungsi lahan yang masif – Di Pulau Jawa, sekitar 80 ribu hektare lahan pertanian beralih fungsi dalam periode 2019–2024.
  5. Degradasi lahan – Sebanyak 89,5 persen lahan pertanian mengalami penurunan kualitas sehingga tidak lagi berkelanjutan.
  6. Krisis regenerasi petani – Saat ini, 70 persen petani dan nelayan berusia di atas 43 tahun, sehingga regenerasi tenaga kerja di sektor pertanian menjadi isu serius.

“Tantangan yang ada bila dikelola bisa menjadi potensi baru dengan memanfaatkan lahan yang masih luas di Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua,” tutupnya.

Seminar ini turut menghadirkan sejumlah tokoh dan pakar sebagai pembicara, di antaranya Presidium Majelis Nasional KAHMI Prof. Dr. Ir. Abdullah Puteh, Mantan Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan Prof. Dr. Ir. M. Jafar Hafsah, anggota Komisi IV DPR Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS, Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB Prof. Dr. Sofyan Sjaf, serta Direksi BNI Munadi Herlambang.

Dengan strategi yang tepat serta dukungan penuh dari seluruh elemen bangsa, swasembada pangan bukan hanya sekadar visi, tetapi bisa menjadi realitas yang membawa Indonesia menuju kemandirian ekonomi dan posisi strategis sebagai lumbung pangan dunia.

YouTube player