Nusron Akui Kesulitan Usut Kasus Pagar Laut : Tekanan Politiknya Sangat Berat
RAKYAT NEWS, JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Nusron Wahid, menyatakan keprihatinannya karena adanya tekanan politik yang sangat besar dalam penerbitan sertifikat hak guna bangunan (HGB), terutama di kota-kota besar dengan nilai ekonomi tinggi.
Nusron mengungkapkan hal ini dalam pertemuan antara Kementerian ATR/BPN dan Komisi II DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis (30/1/2025).
Awalnya, Nusron menyoroti beberapa pembelajaran dari kasus-kasus seperti pagar laut di Tangerang, Bekasi, dan Sidoarjo, di mana dia mengakui perlunya perbaikan dalam beberapa hal.
“Pertama, memang Permen 16 Tahun 2022 ini harus dievaluasi. Pelimpahan kewenangan, pemberian hak, maupun konversi hak tentang HGB badan hukum kepada kantah itu memang terlalu berat,” ujar Nusron.
“Sehingga kita mengambil pemikiran bahwa dalam waktu singkat ini akan kita limpahkan di wilayah kanwil dan di pusat saja, di kementerian untuk pemberian hak HGB mulai 0-5 persen mungkin ada di badan hukum, mungkin ada di provinsi. Yang setelah 5 hektare itu sampai 25 ke atas kita ambil ke kementerian,” sambungnya.
Selanjutnya, Nusron menyoroti kesulitan akibat tekanan politik yang dialami dalam penerbitan HGB. Bahkan, untuk penerbitan HGB setengah hektar pun, tekanannya sudah sangat besar.
“Karena memang sangat berat sekali. Tekanan politiknya terhadap HGB itu sangat berat. Apalagi kalau di daerah-daerah, kota-kota besar yang punya tingkat nilai ekonomi tinggi. Pemberian HGB, jangankan setengah hektar, jangankan 1-2 hektar, setengah hektar saja, kalau itu di Jakarta, di kawasan-kawasan yang tadi disebut oleh Pak Ketua, itu tekanan politiknya tinggi. Karena apa? Nilai ekonominya juga tinggi,” jelas Nusron.
Nusron juga menyebutkan bahwa terkadang kepala kantor pertanahan (kakantah) menghadapi kesulitan dalam mengatasi tekanan tersebut serta melibatkan banyak pihak terkait penerbitan HGB.
“Karena tadi, jika kita bicara soal kasus Tangerang, memang secara prosedur, secara legal, dan secara juridisnya lengkap-lengkap secara administrasi. Jadi, ada juga mereka membayar PBB, juga ada PBB-nya. Saya enggak tahu juga kenapa laut ada PBB-nya,” paparnya.
“Jadi, ini kalau memang melibatkan banyak pihak, ya memang betul melibatkan banyak pihak. Ada, saya pikir giriknya ada, dokumen keterangan ada lengkap. Secara prosedur maupun secara juridis tidak ada yang dilalui. Kami sudah periksa satu per satu. Karena sebelum membatalkan itu, kami memeriksa satu per satu. Hanya ketika kita cek fakta materialnya saja, kenanya di fakta materialnya itu,” imbuh Nusron.
Tinggalkan Balasan