Kemungkinan juga ada perusahan pembeli alat sadap yang berada di luar negeri lalu menjualnya kepada pihak lokal, dan dalam kasus Ahok ini. Menurut saya yang menyedihkan adalah cara cara ini yang sekarang dipakai.

Jadi apa yang diungkapkan lawyer Ahok di dalam sidang menurut saya itu satu indikasi kuat di Indonesia jual beli percakapan dari pejabat negara dan orang orang penting itu dilakukan, dan saya kira ini harus kita waspadai.

Dan karena itulah kalau Pak Jokowi mau, segera lanjutkan saja PP Penyadapan yang ditolak oleh MK itu. Lalu sekarang bikin Perppu, karena ini darurat. Karena saya sebagai oposisi, metode yang dipakai menjebak orang dan mencari data seseorang, padahal ini dilarang oleh UU intelejen.

Yang terakhir misalnya KPK menyadap Patrialis Akbar selama 6 bulan, itu ilegal dong. Bagaimana Anda nguntit orang 6 bulan, bagaimana Anda tahu kalau mereka terima uang. Padahal kalau mereka intip semua orang maka semua akan kena. Karena yang begitu itu bisa terjadi di tengah jalan, tapi apakah kita mau ijinkan yang beginian?

Sering saya katakan, di negara demokrasi di seluruh dunia penyadapan itu tentu boleh dilakukan dua pihak, satu, pihak pencuri resmi, tapi tidak boleh ketahuan. Ini namanya lembaga intelejen. Ia boleh menyadap siapapun.

Pak Jokowi boleh menyadap semua orang Indonesia, tapi jangan ketahuan. Kenapa? Karena itu hanya dipakai oleh Pak Jokowi, dalam UU Intelejen hanya Presiden yang boleh mendengar dan menjadi pengguna hasil dari sadapan, hanya Presiden yang boleh mendengar dan habis itu ditutup.

Dalam UU Intelejen penyadapan intelejen tidak boleh menjadi bukti hukum, jadi tadi sadapan yang dicuri tadi hanya boleh dilihat dan didengar oleh Presiden dan tidak boleh masuk ke persidangan. Dan karena itu intelejen hati hati terhadap data itu jangan sampai bocor, termasuk intelejen terjadi jual beli data didalam intelejen ini yang perlu kita waspadai.