“Tidak ada yang tidak berhubungan di alam semesta ini,” ujarnya.

Ia mengungkapkan lebih dari 80% penyakit muncul karena ketidakseimbangan antara raga, jiwa, dan harta. Dan untuk mencapai keseimbangan raga, jiwa, dan harta harus disusun suatu konsep dan sistem yang berkesinambungan.

Dikaitkan dengan kehidupan berorganisasi di instansi pemerintah, seperti BPOM, keseimbangan jiwa, raga, dan harta ini harus disinergikan dengan core values aparatur sipil negara (ASN) BerAKHLAK (Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif). Implementasi BerAKHLAK harus dicontohkan oleh pimpinan.

“Atasan harus bisa menjadi contoh perilaku organisasi,” tegasnya.

Tak hanya itu, untuk membentuk dan menguatkan budaya BerAKHLAK, semua lini dalam organisasi harus menaati etika yang telah ditetapkan sebagai landasan BerAKHLAK.

Etika ini harus sesuai dengan misi dan visi BPOM dan secara rutin dikomunikasikan secara terbuka agar semua jajaran BPOM memiliki etika yang sama.

Salah satu perilaku BerAKHLAK yang dibutuhkan saat ini adalah perilaku yang dilandasi kecerdasan finansial. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan mengembangkan kesadaran akan keuangan, hingga bisa menciptakan kondisi yang aman untuk pendapatannya dan berhasil pula menyiapkan perlindungan finansial yang baik buat dirinya.

Rahmat Ismail menyebutkan ada beberapa ciri kecerdasan finansial, di antaranya memiliki rencana anggaran yang baik dan memisahkan rencana keuangan jangka pendek dan jangka panjang.

Orang yang cerdas secara finansial juga membelanjakan uang secara bijaksana dalam arti mampu membedakan antara keinginan dan kebutuhan, serta menyisihkan uang untuk tabungan dan dana darurat.

Pada Kesempatan yang sama, M. Fajar Arifin dari Balai POM Surakarta menanyakan soal bagaimana agar bisa membedakan kebutuhan dan keinginan, serta solusi untuk memenuhi keinginan sebagai self-reward walau kondisi keuangan sedang seret.

YouTube player