Dengan keterbatasan dan efisiensi anggaran, Taruna Ikrar optimis pihaknya akan terus bekerja untuk melindungi masyarakat.

“Sesuai janji, BPOM akan bekerja optimal dan kita lakukan. Ini bukti [terhadap] tuntutan masyarakat agar BPOM bekerja, maka kami bekerja dengan memperhatikan apa yang terjadi di media sosial dan kami tindak, seperti hari ini,” lanjut Taruna Ikrar.

Dari 709 sarana yang diperiksa, sebanyak 340 sarana (48%) tidak memenuhi ketentuan. Temuan sarana tidak memenuhi ketentuan paling banyak dilakukan distributor (40%), klinik kecantikan (25,59%), reseller (18,24%), Badan Usaha Pemilik Notifikasi Kosmetik/BUPN (5%), industri (4,71%), pemilik merek (3,53%), dan importir (2,94%). “Semua kami datangi untuk memberantas produk kosmetik ilegal dan berbahaya dari hulu sampai hilir,” ucapnya.

Menanggapi temuan ini, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Muhammad Mufti Mubarok menyebut intensifikasi pengawasan oleh BPOM sebagai bentuk kehadiran negara untuk melindungi masyarakat. Menurutnya, masyarakat Indonesia dengan tingkat pendidikan yang masih terbilang rendah harus terus diedukasi.

“Perlu edukasi karena konsumen kita maunya instan cantik dan putih, tidak membaca Cek KLIK tadi. Tentu dengan kehadiran [pengawasan] BPOM sebagai bentuk kehadiran negara [dalam melindungi masyarakat],” jelas Mufti.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Moga Simatupang menyebut pengawasan niaga terus intensif dilakukan bersama dengan lintas sektor, termasuk BPOM.

Dia mengimbau pengusaha yang bermain-main dalam melakukan usahanya, untuk menghentikan perilaku curang tersebut.

“Pemerintah tidak tinggal diam, kita tidak kendor, tapi semakin kencang dan senyap, serta langsung masuk ke ranah hukum,” tegasnya.

Melalui kesempatan hari ini, BPOM kembali mengimbau masyarakat menjadi konsumen cerdas dengan menerapkan Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli kosmetik. Belilah kosmetik dari sarana penjualan yang jelas, dan tidak mudah terpengaruh iklan yang berlebihan.