RAKYAT.NEWS, KUPANG – Hidup tanpa dampingan orang tua, anak laki-laki berusia 14 tahun berinisial H, menjadi korban tindak kekerasan dan pelecehan oleh warga Desa Normal I, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, pada Rabu, 2 April 2025. Tindakan warga ini karena H mengambil satu alat cukur dan satu buah aksesoris ponsel di Rumah Kepala Desa Normal I, Sinun Saleh Taslim.

Saat itu, H lari setelah mendengar teriakan warga. Kemudian, ia ditabrak oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa Normal I, Husni Munir (HM), hingga terjatuh dan dipukuli warga sekitar, bahkan dengan kayu.

“Ketika korban hendak dibawa, ia ditabrak Husni Munir yang sedang mengendarai sepeda motor,” kata Kasat Reskrim Polres Lembata, AKP Donatus Sare, mengutip Floresa.

Usai ditabrak, H diikat oleh Mega (MPO) dengan tali dan dipukuli warga lainnya, Polus (PS), Aldin (AL), juga Lukman (LL) yang menelanjangi H. Namun, Husni membantah perlakuannya itu. “Informasi itu tidak benar”, katanya, dilansir dari SuluhNusa.com.

Usai menjadi amukan warga, H diarak berkeliling kampung Normal I, sambil berteriak “saya pencuri” secara berulang.

Atas kejadian ini, Sinun memberhentikan Lukman sebagai petugas perlindungan masyarakat desa. “Saya pastikan Lukman diberhentikan. Sementara, putusan pemberhentian Husni Munir ada pada kewenangan Camat Omesuri,” kata Sinun.

Sekarang, H sudah menjalani visum dan akan kembali dilakukan pemeriksaan terhadap pihak terkait dalam kejadian ini. “Kita masih akan melakukan pemeriksaan terhadap beberapa orang lainnya dan pihak-pihak terkait. Dan Senin (7/4) akan dilakukan gelar perkara,” kata Kapolres Lembata, AKBP. Gede Asnawa.

Para pelaku, yakni HM, MPO, PS, AL, juga LL sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 80 ayat (1) Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kejadian ini mendapat kecaman dari banyak pihak, utamanya dari para pegiat hak asasi manusia. Tindakan yang dialami H sangat bertentangan dengan prinsip dan etika kemanusiaan, juga bisa menimbulkan trauma berkepanjangan.

“Karena tidak menghormati harkat dan martabat orang lain, apalagi dilakukan kepada anak di bawah umur yang sedang bertumbuh, baik fisik maupun psikisnya,” kata Pegiat sosial dan hak asasi manusia, Beka Ulung Hapsara.

Narasumber lain yang tidak ingin disebutkan namanya juga menganggap bahwa ini adalah kegagalan pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada rakyatnya, khususnya bagi anak.

“Tentu ini bentuk kegagalan pemerintah dalam melindungi rakyatnya, terutama seorang anak yang hidupnya sudah rentan lalu mendapatkan kekerasan,” ujarnya melalui pesan teks kepada Rakyat News, Selasa (8/4/2025).